Selasa, 29 Desember 2009

Tebar Pesona Memantik Api




Langkah tegap. Baju rapi. Tas ransel yang berada di punggung mengisyaratkan seorang aktifis mahasiswa tulen. Penuh percaya diri terus melangkah dilorong-lorong kampus seolah tak menghiraukan beberapa pasang mata menatap lekat langkahnya. Ada juga beberapa pasang mata perempuan yang melirik takut atau malu dibalik bukunya, tapi tak ayal matanya menyambar kesosok itu.
“Hoi, mau kemana Bung...!” tanya sang kawan dari ujung lorong.
“Mau rapat kawan!” jawabnya sambil terus berjalan.
“Rapat atau rapet nih pak ketua…” timpal sang kawan.
@@@
Sebuah kain panjang menjulur ditengah pertemuan itu. Kain yang membatasi antara kaum adam dan hawa. Sebuah pertemuan yang nyaris tanpa ada kerenyahan tawa atau ledakan tawa sesekali. Suasana beku atau khidmat? Suasana yang terbentuk karena ada sehelai kain yang membatasi. Namun, sehelai kain itu terasa bagaikan tembok raksasa yang memisahkan diantara mereka.
“Gimana persiapan tuk acara besok?” tanya sang ketua.
“Insya Allah semuanya sudah siap. Sekarang tinggal cek pembicara!” sahut salah satu peserta rapat.
“Siapa yang bertanggungjawab pembicara?” tanya sang ketua.
“Ukhti Melati.”
“Baiklah. Nanti saya yang akan menghubunginya!” sahut sang ketua dengan mantap seolah menebar aura kewibawaan.
@@@
Eiit… diatas bukanlah sebuah potongan-potongan cerpen yang mengharu biru atau potongan scene dalam drama ataupun petikan dialog dalam sinetron Indonesia yang hanya mampu menjual mimpi. Di atas hanyalah sebuah ilustrasi, ilustrasi suasana, tempat, orang atau kalau bisa ditangkap pskilogi sang tokoh.
Yach… sebuah suasana yang akan mengarah pada kesempatan. Kesempatan yang akan menuju sebuah peluang. Peluang yang akan membuka pintu, pintu adalah awal langkah untuk masuk keranah yang lebih dalam. Sebuah pintu yang selama itu tertutup kini telah terbuka sesuatu hal yang selama ini tak pernah dimasuki, dicoba, dilakukan. Wooi… sesuatu yang membuat adrenalin berpacu keras.
“Jangan dibuka!” justru orang akan membuka ketika kalimat itu tertempel pada sebuah barang atau papan pengumuman. “Jangan diintip!” justru orang akan terpancing untuk melongok kedalamnya. Itulah man-usia, ia akan mengembat sesuatu jika ia mendapatkan kesempatan dan rangsangan. Wah…ngalor-ngidul omonganku, ya!
Intinya begini; siapa yang memantik api ia yang akan terbakar, siapa yang menyulut api ia yang akan hangus, siapa yang memercikan api ia yang akan tersengat, siapa yang mengobarkan api ia yang akan…apa, ya? Weh… masih ngetan-ngulon omonganku, ya!
Duh, piye Dul! Sekarang masuk pembicaraan yang sesungguhnya,ya!
Alkisah, ada seorang aktifis tak sekedar aktifis, ia bahkan dedongkot sebuah organisasi dakwah. Ia berusaha menjaga citra diri atau lebih kerennya JAIM. Eh…justru kejaim-annya membuat para akhwat kelimpukan. Bagaimana tidak kelimpukan, ketika rapat ia sok wibawa, tapi malamnya ia sms ke salah seorang akhwat dengan berkedok tausiyah. Wadalah… tausiyah atau tebar pesona, nih!
Ketika ada masalah pada akhwat, ia menawarkan bantuan dengan semangat 45 bukannya semangat ukhuwah! Lah, membantu atau tebar pesona lagi!
Waktu terus bergulir, sang ketua merasa mendapat angin segar setiap ada kegiatan dan permintaan bantuan dari sang akhwat yang terjerat tebar pesona. Sang akhwat pun mengulurkan harap pada sang ketua.
Dan akhirnya, salah satu akhwat pun terpantik api perasaannya.
Gerak dan tingkah kedua aktifis dakwah itu mulanya tidak mencurigakan bagi aktifis lainnya. Bagimana tidak? Mereka berkomunikasi dan berkegiatan dengan bingkai kegiatan dakwah. Siapa yang mau menaruh curiga hayo…? Susahkan untuk menebaknya!
Sepandai-pandainya topan melompat pasti akan jatuh juga atau sepandai-pandainya kita menyembunyikan bangkai, pasti akan tercium juga baunya. Mungkin itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan kisah diatas.
Walhasil, gelagat mereka tercium oleh teman-teman satu organisasinya. Api telah tersulut, merambat ke ruang, rongga, sendi, menelusup kesemua organ yang ada. Karena sudah menjalar sampai ketitik telak, mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan sudah tercium bahkan terdengar santer seantero penjuru bumi (baca: organisasi).
Kadang sang ikhwan tanpa sadar juga berceloteh tentang apa yang telah ia lakukan dengan sang akhwat. Misalnya,
“Aduh…tadi saya susah nyari buku untuk si Ukhti Melati!” sang ketua berujar penuh percaya diri namun tak sadar ucapannya memancing curiga.
Kasak-kusuk menjalar keseluruh kader bawah (bukan bermaksud membuat strata kader organisasi). Ada yang menanggapinya dingin; dingin karena ia menganggap itu adalah hal biasa yang sering terjadi pada para aktifis. Ada yang menanggapinya panas; panas karena marah sang ketua berbuat sesuatu yang tidak ia duga, karena sang ketua selalu menjejalkan doktrin untuk menjaga hubungan antara ikhwan dan akhwat atau dengan slogan nasyidnya AA Gym “Jagalah Hati…”. Ada yang menanggapinya dengan panas-dingin “Kenapa sang ketua tidak dengan saya, ya!” hehe… yang panas dingin ini kayaknya juga sedikit terjerat tebar pesona sang ketua namun apa dikata, gayuh tak bersambut.
Beberapa kawan yang merasa prihatin dengan keaadaan genting ini segera melancarkan aksi-aksi utnuk menanggulangi kejadian ini agar tidak diumumkan keadaan darurat oleh Negara (baca: oganisasi). Ada yang melakukan rapat tersembunyi, ada yang melakukan gerakan bawah tanah, ada yang menghimpun diri untuk siap-siap memberikan mosi tidak percaya kepada sang ketua, bahkan ada sebagian yang terpecik ide untuk mengkudeta sang ketua karena saking berangnya dengan tingkahnya yang telah membuat kader bawah dan opini publik tidak baik terhadap lembaga dakwah. Sebuah kepercayaan yang hampir ambrol pada titik nadir.
Melihat keaadaan yang semakin genting para kyai langitan (baca: orang-orang yang berpengaruh) segera turun tangan untuk menyelesaikannya. Kyai langitan pun menggelar syuro. Dari hasil syuro menghasilkan rekomendasi untuk menerjunkan tim investigasi dan pendekatan personal. Tim investigasi langsung melakukan kerjanya. Beberapa hari telah berlalu, kelihatannya tidak terdengar lagi desas-desus tentang sang ketua lagi. Para kyai langitan merasa senang, mereka merasa masalah sudah dapat diselesaikan oleh tim yang telah mereka bentuk.
Tiba-tiba, angin tak sedap berhembus lagi. Angin itu begitu kencang. Daaar…menampar telak wajah para kyai langitan. Konon sang ketua terus melanjutkan hubungannya dengan penuh rahasia. Mendengar hal itu, sang kyai langitan menggelar rapat darurat lagi. Kali ini mereka langsung memanggil sang ketua untuk diinterogasi rame-rame dihadapan syruro langitan.
Apakah kasus ini dapat terselesaikan dihadapan syuro para kyai langitan? Penasaran!
Kisah selanjutnya biarlah jadi milik sang ketua tadi. Tak usah kita kuak lebih dalam lagi, yang penting kita dapat memetik pelajaran dari apa yang telah mereka torehkan dalam sejarah lika-liku para aktifis dakwah dalam mengarungi rimba belantara dakwah ini.
Nah, para aktifis dakwah yang punya posisi strategis di publik (bagi yang merasa dirinya aktifis dakwah) terlena atau tidak sadar atau bahkan sadar bahwa setiap tingkah-laku, perkataan dan perbuatan kalian akan disorot oleh kader dibawah. Jika kalian melakukan sesuatu, perbuatan atau gerak-gerik kalian akan ditafsirkan sesuatu yang berbeda-beda menurut persepsi masing-masing yang menafsirkannya. Bahayanya jika ditafsirkan oleh akhwat dengan warna merah jambu.
Sadar atau tidak sadar wahai aktifis dakwah! Tebar pesona akan memantik api perasaan.
Adalah engkau dia yang kurindu
Tuk menjadi bunga dihatiku
Menjadi peneduh kalbu diperjalananku…
-lyric nasyid Seismic-(aries adenata)



Kartasura-Surakarta
Penghujung tahun ‘07
Kerja Keras adalah Energi Kita

3 komentar:

  1. Hihihihi... jadi inget masa-masa jadi mahasiswa nih...

    BalasHapus
  2. Neo: Makanya hati-hati jaga hati!

    BalasHapus
  3. ho'oh tuch.... tmen ana jg ada yang kya' gtu Bung... hemb.. disidang jg sihh..

    BalasHapus