Senin, 07 Desember 2009

Membongkar Reality Show


Membongkar Reality Show
Aries Adenata, S.S
(Ketua FLP Solo Raya)


Sebuah Perayaan Air Mata
Wah, dunia pertelevisian lagi heboh dengan acara yang berlabelkan reality show. Bahkan, rating untuk acara televise tersebut sangat tinggi. Orang yang menontonnya pasti akan teraduk-aduk emosinya bahkan akan mengeluarkan air mata. Ditambah lagi tidak mau beranjak dari depan layar TV meskipun adzan sudah berkumandang. Nah Loch! Panggilan dari Allah pun terkadang dikalahkan dengan acara reality show yang digemari.
Ada sederet acara reality show yang kini nangkring di beberapa stasiun televise, diantaranya adalah `Termehek-mehek`, `Tukar nasib`, `Jika Aku Menjadi`, `Bedah Rumah`, `Minta Tolong` dan sebagainya. Acara-acara reality show tersebut mendapatkan antusias yang banyak dari masyarakat. Antusiasme itu datang karena acara tersebut dibalut atau diberi label `Reality`. Para penonton bahkan percaya bahwa acara itu benar apa adanya karena di akhir cerita diberi tulisan `Penayangan program ini telah mendapatkan izin dari orang-orang yang terlibat dalam acara ini` Nah, kalau ada tulisan kayak gitu, gimana orang tidak akan percaya dengan acara tersebut. Orang bakal percaya dan tidak akan meragukan acara tersebut.
Gizolista, apakah kamu termasuk dalam deretan para fans berat acara reality show? Hayo ngaku! Tuh, kelihatan cengar-cengir sambil nutup muka dengan jari-jarinya, tapi jarinya pada direnggangin. Hehe… Wah, sekarang ketahuan, deh, kalau Gizolista kadang atau bahkan sering nonton acara reality show, karena acara tersebut seru dan dapat menguras air mata. So, para produsen film dan orang-orang yang berkecimpung di dunia pertelevisian akan memanfaatkan orang-orang yang seperti kamu dan yang lainya, suka dengan kesedihan, karena pada dasarnya penonton indonesia adalah penonton film perayaan air mata.
Lebih Cermat
Yuk, kita cermati lebih dalam, sebenarnya acara yang berlabelkan reality show itu memang benar-benar acara reality atau unreality. Biar kita tahu dan tidak latah untuk mengatakan sebenarnya acara tersebut beneran atau tidak. Lah, gimana untuk mengetahuinya? Cari informasi dengan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia pertelevisian, apakah cara A atau B itu memang benar-benar reality atau hanya Fake (pengadeganan) saja. Sssstt, jangan bila siapa-siapa, ya! Ntar diterusin ke temen-temennya juga gitu, ya! Jangan bilang siapa-siapa. Bocoran neh! Kak Aden sempat mewawancarai salah satu penulis sekenario yang tak mau disebutkan namanya, ia mengatakan ada beberapa acara yang benar-benar reality namun juga ada yang tidak reality. Bahkan ada beberapa penulis sekenario yang diminta untuk membikin sekenario untuk acara reality show terlebih dahulu. Juga ada acara yang bertajuk live dan menggunakan telepon interaktif juga menggunakan siasat dengan cara membayar orang untuk bertanya dengan sebuah pertanyaan yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu.
Kalau tidak punya jaringan dengan orang perfilman bagaimana? Nah, gunakan sisi rasional kamu ketika menonton acara tersebut. Pertama, dengan mengenali orang yang tampil dalam acara reality show tersebut, apakah mereka pernah tampil atau bahkan juga pernah nongol dalam acara reality show yang lain. Kalau pernah atau bahkan sering, maka acara tersebut melakukan proses casting atau pemilihan tokoh untuk memerankan peran dalam acara tersebut. Bisa jadi, orang tersebut adalah bintang yang baru muncul dan dipakai untuk beberapa acara reality show karena belum dikenal luas oleh masyarakat.
Kedua, perhatikan kualitas suara yang terdengar dalam acara tersebut. Jika sesorang yang baru pertama ketemu dan berdialog dalam adegan tersebut, apakah ada waktu untuk menggunakan mikropone terlebih dahulu? Jika suara tersebut terdengar jernih dan bagus, maka tokoh tesebut sudah menggunakan micropone terlebih dahlu. So, acara tersebut berarti mengalami pengadeganan dan proses editing.
Ketiga, proses lama syuting. Ada beberapa acara reality show yang mencoba menelusur sang tokoh yang membutuhkan berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Menurut salah satu penulis sekenario, yang tak mau disebutkan namanya. Ongkos produksi itu harus diperhitungkan dan mahal. Disamping itu, acara tersebut biasanya kejar tayang. Jadi, secara logika tidak mungkin dibuat dengan waktu yang lama karena akan memakan biaya yang banyak dan waktu yang panjang.
Kekuatan Uang
Kenapa, sih! Acara tersebut diberi label reality kalau memang acara tersebut penuh dengan rekayasa dan pengadeganan? Yupz, pertanyaan yang cerdas jika itu muncul dari benakmu. Coba bayangkan, orang yang menonton menganggap bahwa acara tersebut nyata dan realita. Padahal ada beberapa reality show yang penuh rekayasa, walaupun ada satu dua yang memang realita. Kalau begitu, kebohongan publik dan tidak mendidik, dong! Nah, itu tugas KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) untuk mengawasi acara yang ditayangkan di televise. Tapi, masyrakat juga boleh memberikan masukan serta protes jika tayangan itu dinilai tidak baik. Nah, sebenarnya acara yang layak atau baik ditonton itu yang gimana sih? Menurut Sakti Wibowo, salah satu penulis sekenario Misteri Illahi dan CuCu. Pertama, bisa memberi inspirasi kepada penontonnya. Kedua, mengasah rasa empati bagi yang melihatnya. Ketiga, acara tersebut rasional. Wah, tuk acara reality show termasuk yang mana, ya? Terserah Gizolista yang menilai deh, yang jelas sudah ada rambu-rambu dari Mas Sakti Wibowo yang kalem dan jawani itu.
Sebenarnya sudah ada beberapa acara reality show yang susah mendapatkan teguran bahkan dihentikan tayangan oleh KPI, seperti `Empat Mata` setelah ditegur diganti dengan nama `Bukan Empat Mata` atau acara realty show yang lainya, diberi teguran, setelah itu mereka akan ganti nama dengan fomat yang sama, atau dengan cara mengentikan sejenak, lalu menayangkan setelah protes tersebut sudah reda.
Lah, kok bisa begitu? Ya, karena dibelakangnya adalah kekuatan uang. Kepentingan para pemilik modal lebih besar dengan kepentingan kebaikan masyarakat, mereka yang akan menentukan kebijakannya. KPI hanya mampu memberi teguran saja, eksekusi tetap berada dalam tangan para pemilik uang dan stasiun televise. Nah, makanya Gizolista kudu cerdas dalam memilih tontonan, bahkan, bila perlu jadi polisi televise. Met jadi penonton telvisi yang cerdas, ya!

*Dimuat di Majalah Gizone edisi 6
**Kerja Keras adalah Energi Kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar