Senin, 21 Desember 2015

Tidak Mengucapkan Selamat Natal adalah Toleransi



  

 Photo: Indonesia.ucanews.com

Setiap bulan Desember tiba, kita selalu gaduh, teriak-teriak tentang toleransi. Kegaduhan yang sebenarnya dipelihara untuk sebuah kepentingan tersembunyi. Salah satu kegaduhan itu adalah masalah mengucapkan selamat natal. Berbagai tulisan diupayakan mengangkat konsep toleransi, arus utama berpihak pada pernyataan bahwa mengucapkan hari natal diperbolehkan bagi umat Islam.
Konsep toleransi yang dikembangkan sebagian orang di Indonesia adalah tentang peryataan selamat natal diperbolehkan bagi umat Islam yang sebenarnya adalah sebuah hegemoni konsep toleransi. Menurut  Gramsci hegemoni terhadap kehadiran kelompok dominan berlangsung dalam suatu proses yang damai, tanpa tindakan kekerasan. Media dapat menjadi sarana penting untuk menyebar kuasa wacana tersebut. Proses bagaimana wacana mengenai toleransi di media berlangsung dalam suatu proses yang kompleks. Meski masyarakat muslim tidak merasa dibodohi atau dimanipulasi oleh media.  
Bagi yang tidak membolehkan mengucapkan selamat natal, maka akan dilekatkan bahwa ia tidak bersikap toleransi. Menurut Gramsci, Fungsi lain hegemoni yakni,  menciptakan cara berpikir yang berasal dari wacana dominan, juga media yang berperan dalam penyebaran wacana dominan itu.  Hegemoni dipergunakan untuk menunjukkan adanya kelas dominan yang mengarahkan  tidak hanya mengatur masyarakat melalui pemaksaan kepemimpinan moral dan intelektual (Storey, 2003:172).
Toleransi itu adalah Toleransi terhadap konsep toleransi
Salah satu kekuatan hegemoni adalah bagaimana ia menciptakan cara berpikir atau wacana tertentu yang dominan, yang dianggap benar, sementara wacana lain dianggap salah.  
Seharusnya kita bisa bertoleransi terhadap sikap dan pandangan terhadap toleransi. Karena setiap entitas punya definisi masing-masing tentang tolerensi, tentu tidak adil dan toleran jika kita memaksakan kepada kaum muslim untuk mengucapkan selamat natal, pun sebaliknya umat Islam juga tidak pernah memaksa kaum lainnya untuk meminta ucapan selamat hari raya idul fitri.
Harus ada upaya saling menghargai, bagi umat muslim, mengucapkan selamat natal adalah masalah aqidah, sama halnya jika umat lain diminta mengucap kalimat syahadat, maka tentu mereka tidak bisa melakukannya. Jadi, toleransi itu bukan berarti memaksakan cara berpikir atau pandangan bahwa yang tidak mengucapkan selamat natal itu tidak toleran.
Dunia itu tidak satu  
            Di berbagai belahan bumi ini, setiap entitas punya pandangan hidup, kearifan lokal masing-masing, barat adalah barat, timur adalah timur (meski istilah timur adalah usaha metimurkan oleh orang barat, karena orang timur tidak pernah mendefinisikan tentang timur).
            Selama ini kita terbiasa mengambil posisi melihat sesuatu dari sudut pandang kita sendiri terhadap suatu masalah, padahal sudut pandang kita dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan agama kita. Tentu, orang lain juga punya pandangan yang berbeda, karena mereka punya latar belakang yang berbeda pula.
            Mari bertoleransi dengan toleransi itu sendiri….

Senin, 19 Oktober 2015

Menulislah Bung!




                       
Bung, cobalah tengok kebelakang! Apa yang kau lihat? Sederet kisah yang tlah kau lalui bukan? Hanya sepitas lalu, yah, bahkan tak berbekas sama sekali, ia akan memendar seiring dengan ruang dan waktu yang tertelan oleh waktu itu sendiri. Bung, ingat! Jatah umur yang diberikan kita sudah tercatat di lauhul mahfudz. Tak kurang dan tak lebih. Ada riuh tanya yang bakal mengusik hati kau, tentu! Ia akan mengolok dan menggunjing dirimu. Buat apa waktu yang selama ini diberikan oleh sang Rahman?
Ingat bung! Sedetik waktu yang tlah kita lewati, tak bakal bisa kita undo layaknya toot dalam computer, yang bisa seenaknya kita undo jika kita melewati satu huruf saja. Tidak, ia tak bakal bisa kita undo meskipun ia hanya sedetik saja. Cukup miris bukan? Yah, jika kau sudah berkubang dengan tanah, dan umurmu hanya dijatah dengan 40, 50, atau 60 tahun, cukup sudah umur yang melekat di ragamu, ia lenyap bersama raga yang telah tertimbun dengan tanah. Dan, namamu juga berakhir sudah seiring dengan langkah kaki para peziarah yang meninggalkan kubur dengan seret-seret sendal yang mereka pijak.
Bung, namamu, jejak kehidupanmu dan amalmu terhenti sudah. Ya, berakhir sudah, persis layaknya sebuah film bioskop yang ditutup dengan kalimat `The end`. Benar bukan? Kau mau berkata apa? Pasti `YA` kan? Apakah kau ingin seperti manusia pada umumnya. Jika sudah datang malaikat pencabut nyawa, hilang sudah nama, jejak dan amal kita? Ustadz Antonio Syafii pernah berkata, umur manusia ada dua. Pertama adalah umur secara biologis, jika tubuh ini sudah mencium tanah tanpa henti diiring tangis dan doa, dalam waktu 30, 40, 50, 65 selesai sudah riwayat sebuah nama. Ia terhenti tanpa ada rekam jejak di generasi selanjutnya. Kedua adalah umur secara karya, bisa jadi raga yang telah terbujur diatas tanah dengan kurun waktu 39, 49, 59 itu dicabut dari sang Pemberi Nyawa. Namun, jika ia punya karya, maka ia akan hidup sepanjang masa, rekam jejak kehidupannya bakal dikenang bagi generasi selanjutnya, bahkan, jika karya itu bisa mendatangkan manfaat bagi banyak orang, bisa jadi ia akan menjadi anak sungai pahala yang akan terus mengalir kepada kita. Bukankah kita sering mendengungkan istilah nafsu dunia dengan pasif income bukan? Kenapa kita tidak berpikir dengan keinginan paling purna tuk punya pasif income kelak di akhirat nanti. Biarkan income pahala itu mengalir terus kepada kita meskipun raga ini sudah dimakan ratusan atau bahkan ribuan ulat tanah.
Bung! Lihat jam tanganmu. Sekarang jam berapa? Tanggal berapa? Bulan apa? Tahun berapa? ... sudah kau lakukan? Inalilahi...kau pasti terperanjat bukan! Teryata kau sudah memakan waktu dengan tanpa sadar melewatkan begitu saja bukan?
Bung! Jangan kau pejamkan mata, tatap matahari, sebentar lagi ia bakal menggelinding ditelan bumi. Nah, itulah kejadian tiap hari yang bakal kau temui, matahari terus akan berputar sampai dengan tiba masanya tuk tidak berputar.
Saatnya sekarang tuk memilih. Memilih tuk tidak memilih atau memilih dengan kesadaran purna. Ambil kertas atau sahut laptop yang ada disampingmu, biarkan jari ini menuturkan kisah kehidupanmu lewat tulisan. Dan, ia bakal mengabadikan jejak kehidupanmu. Kelak, anak cucu, karib, kerabat, umat manusia bakal menjumpaimu dengan artefak tulisanmu yang terserak dimana-mana, sepanjang masa. Kau pun bakal tercatat dalam sejarah, bahwa kau punya rekam jejak kehidupan yang bisa ditelusur dengan sebuah bukti, yakni sebuah tulisan.
Bung, apakah kau puas hanya sekadar menulis kisahmu? Kisahmu saja? Bergunakah? Apakah kau tak punya keinginan yang lebih bijak? Membuat sebuah maha karya tulisan yang mampu menggerakan umat manusia untuk berbuat kebaikan. Membuat manusia menitikan air mata, lantas taubat nasuha. Membuat manusia yang tersesat kembali ke jalan yang lurus dan terang benderang? Bung! Jika kau mau, kau sanggup tuk membuatnya. Bukankah Hasan Al Bana, Imam Al Ghozali, Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Maliki, Imam Syafi`i dan imam-imam lainnya juga manusia. Ia sepertimu, manusia yang diberikan waktu 24 jam dalam sehari, tak ada bedanya bukan? Kini, kau tak bisa mengelak dengan kata`Kesibukan`. Toh mereka yang mengeluarkan masterpiece karya juga punya jatah waktu yang sama bukan?
Kini, hamparan pilihan itu dihadapan kau, tinggal memilih, menulis tuk mengabadikan jejak kehidupan dan membuat pasif income di akhirat kelak, atau kau justru duduk termangu dengan tulisan ini, dan berkata, ”Benar ya tulisan ini! Kita harus membuat pasif income tuk akhirat kelak dengan sebuah tulisan” dan kau pun melipat tulisan di majalah ini, kemudian membuangnya ke tong sampah tanpa melakukan apa yang barusan kau ucap. Begitu?


[*] Ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Solo Raya

Kamis, 15 Oktober 2015

Memberi ruang pada hati





Kita mungkin bisa merasakan (bagi yang bisa merasakan) ketika seseorang tersenyum dengan tulus, senyum yang datang dari hati, bukan senyum kepura-puraan, ada semacam cahaya (meminjam istilahnya Indrawan YP) atau energi (baca: istilah saya) yang bisa kita tangkap dengan hati.
 
Juga ketika seseorang berbuat dengan tulus dari hati mereka, ketika mereka berbuat kebaikan kita bisa merasakan itu. Ya, meski secara kasat mata kita tidak menangkapnya, namun ada getaran yang terpancar dan tertangkap oleh kita. Mungkin karena indra kita terbatas. Kadang kita juga tertipu oleh kemampuan indra kita sendiri. Maka, hati kitalah yang bisa merasakannya.

Bahkan, hati kita juga bisa merasakan tulisan yang datang dari hati, tulisan itu bisa kita rasakan berkekuatan, punya ruh, dan daya hentak.

Perbuaatan dan perkataan yang datang dari hati pasti akan memantulkan energi yang luar biasa. Ditengah riuh rendah kehidupan, gempuran-gempuran akan kebutuhan hidup yang tersesupi bodily hedonism (meminjam istilah dari mudji utrisno), kadang atau bahkan kita tidak memberi ruang pada hati kita. 

Inilah kegundahan yang sekarang saya rasakan, gundah untuk belajar untuk berkata, mendengar, serta berbuat dari hati. Juga gundah untuk menemukan orang-orang yang barkata dan berbuat dari hati. Ketika hati ketemu hati, kita merasakan kesejukan.

Berat memang, kita harus meluruhkan ego kita, acapkali kita ingin menampakan eksistensi diri kita, tetapi yang muncul kadang keinginan untuk besar dihadapan orang dengan mengecilkan orang lain, tampak ingin ada dengan mentiadakan orang lain.

Butuh kerja keras untuk memberi ruang pada hati kita, karena hidup kita sekarang dibajak oleh gawai (gadget), nyaris kehidupan sosial kita dirampas, tak ada upaya perlawanan dari kita, ditambah lagi pemikiran kita yang terus menerus dikontruksi oleh televise (kapitalis dan penuh kepentingan) yang bertemu dengan desakan nafsu ekonomi kita, itulah harapan mereka.
Ah…semoga kegundahan ini berkelindan dan bertemu dengan kegundahan yang sama dan menjelma menjadi ajakan untuk berkata dan berbuat dari hati secara berjamaah

Di pojok ruang/12: 54/16 –Okt-15

Rabu, 26 Agustus 2015

Niji no Matsubara



Hutan pohon pinus bernama “Niji no Matsubara” yang membentang di pantai Karatsu. Sebuah pemandangan dengan rasa yang berbeda bukan? Hutan pinus dipinggir laut. Kita juga bisa menjelajah di hutan tersebut sembari menghirup udara hutan pinus bercampur desir angin laut. Brrr…..
Jepang yang dikenal dengan teknologi canggih memang patut kita acungi jempol, namun ada sisi lain yang bisa kita nikmati. Yakni, dengan mengunjungi Karatsu. Hmmm…bikin kita penasaran ke Karatsu ya! Karatsu memang menyuguhkan Jepang dengan cita rasa tradisi…

Senin, 24 Agustus 2015

Gara-gara Gadget





            Teknologi informatika dan elektronik saat ini terus melambung secara pesat. Dimana keterkaitan dan interaksi manusia dengan teknologi sudah dijadikan seperti kebutuhan. Salah satu contoh keterikatan tersebut adalah dengan adanya teknologi gadget.
            Mungkin sebagian orang hanya paham cara menggunakan gadget tanpa mengetahui definisi khususnya. Sebenarnya apa itu gadget? Gadget merupakan seperangkat piranti kecil berteknologi ciptakan manusia yang memiliki kelebihan serta kemampuan, dengan tujuan dan fungsi tertentu untuk memudahkan pekerjaan dan kebutuhan manusia agar menjadi lebih cepat, efektif dan efisien.
            Pada era digital saat ini, gadget sudah bukan lagi menjadi barang mewah yang mahal, terbukti banyaknya masyarakat bahkan anak-anak kecil yang telah menggunakan teknologi tersebut. Jenis gadget yang kita kenal ada bermacam-macam. Begitupun dengan manfaat dan kegunaannya. Apa saja kah kegunaan gadget bila dilihat dari jenisnya? Handphone digunakan sebagai media komunikasi dengan orang lain, iPods dan MP4 digunakan untuk memutar musik dan video. PSP untuk bermain games. Kamera digital untuk mengambil foto. Serta ada komputer dan laptop yang digunakan untuk mengetik dan browsing di internet. Jadi dengan kata lain, gadget sangat bermanfaat bagi banyak orang.
            Manfaat gadget cukup beragam, kalau digunakan sesuai keperluan pasti menghasilkan manfaat yang berguna. Lantas bagaimana caranya menjadikan gadget ini sebagai media pembelajaran yang baik dan mendidik tanpa menghilangkan fungsi gadget itu sendiri? Mungkin kita sudah menyadari penggunaan gadget saat ini sudah sangat jarang dijadikan sebagai sumber belajar, sumber ilmu pengetahuan dan informasi. Padahal banyak segi positif yang dapat dilakukan dengan menggunakan gadget.
E-Learning
            Contoh saja pembelajaran yang sedang marak saat ini yaitu pembelajaran melalui Elektronik learning (E-learning). Apa itu E-learning? E-learning adalah sebuah metode pembelajaran yang memudahkan pendidik dan peserta didik melakukan interaksi secara tidak langsung. Opsi pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan interaksi aplikasi tertentu yang telah tersedia, dan dapat di akses secara praktis digadget itu sendiri.    
Langkah-Langkah Pemanfaatan Gadget di Sekolah
              Sedangkan bagi guru pada setiap sekolah, sebaiknya memanfaatkan gadget-gadget yang dimiliki murid-muridnya secara bijaksana. Hal ini ditujukan agar para siswa tidak menyalah gunakan gadget tersebut untuk sesuatu yang tidak perlu atau negatif. Jangan memarahi serta menghukum mereka ketika membawa barang elektronik tersebut, namun bagaimana seorang guru dapat memanfaatkan kegunaan gadget sebagai media pembelajaran.  
            Guru dapat memanfaatkan gadget sebagai salah satu media sarana dan prasarana yang menunjang materi pembelajaran. Seperti kegunaan laptop yang sudah memiliki akses internet, dapat digunakan mencari bahan ajar tambahan seperti contoh sejarah dunia, video dokumentasi tentang nusantara, gambar, artikel, dan praktek penelitian ilmiah lainnya. Selain itu handphone bisa juga digunakan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia untuk meningkatkan kompentesi siswa bertelepon dan berkirim pesan singkat yang santun dan efektif. Dengan adanya kompetensi ini para siswa dapat meminimalisir bahasa gaul dan alay yang sering digunakan anak-anak jaman sekarang.  
Ikut menggunakan jejaring sosial seperti facebook, twitter, blog, email sebagai sarana pemberian tugas dan pengumpulan tugas siswa. Mengapa demikian? Dengan pemanfaatan sosial media ini para guru dapat memantau murid dalam menggunakan sosial media, guru dapat lebih mengontrol konten-konten tidak mendidik yang belum waktunya diketahui oleh anak.
            Pengguna gadget biasanya mengharapkan fiture-fiture baru yang canggih sebagai pelengkap tambahan pada gadget lama mereka. Hal tersebut membuat kehidupan masyarakat yang sudah serba high tech ini menjadi individualistik, tidak peka pada lingkungan sekitarnya. Untuk itu sudah menjadi tugas orang tua dan guru di sekolah untuk memberikan pengertian serta pemahaman human touch yang menjadikan anak-anak tetap santun, berbudi pekerti yang luhur dan berjiwa sosial besar.
            Perlu disadari juga oleh kita, bahwa gadget dapat memberi dampak buruk lantaran kesalahan pemakaiannya. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman serta kreativitas dalam penggunaannya, sehingga dampak buruk dapat dihindari dan hasil positif yang diraih.
Sisi Negatif Gadget
Gadget, buah dari kemajuan teknologi ini memang membuat hidup lebih hidup. Namun, ibarat gula manisnya gadget memiliki efek samping. Secara fisik terlalu sering menggunakan perangkat keras itu dapat menimbulkan sakit pada bagian tubuh tertentu. Mulai dari nyeri leher, bahu, hingga kecelakaan fatal. Beberapa cedera datang tiba-tiba, dan ada juga yang datang berulang.
Berbagai kecangihan teknologi yang tersemat dalam perangkat lunak itu juga dapat berpengaruh pada psikis penggunanya. Tidak hanya orang dewasa dan remaja, serangan paling rawan mengancam psikis anak-anak yang masih dipenuhi rasa ingin tahu, jika salah dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi ini dapat berdampak buruk dalam pertumbuhan buah hati. Belum lagi faktor radiasi yang dipancarkan gadget tersebut.
Biasanya cidera fisik rata-rata dialami kaum muda. Rasa sakit biasanya dirasakan pada jari atau tangan. Hal itu secara bertahap bisa melukai saraf. Dalam istilah penggemar gadget cedera jempol disebut Blackberry Thumb dan cedera tangan disebut iPad Hand. Sedangkan untuk mereka yang sering menelpon lama dengan ponsel memiliki risiko terkena Tinnitus. Penyakit ini membuat telinga sering kali benging, atau si penderita merasa mendengar suara-suara tertentu. Yang paling harus diwaspadai adalah saat menggunakan Headphone.Keasyikan mendengarkan sesuatu dari headphon membuat abai terhadap peringatan dari sekitar. Sehingga tak jarang kecelakaan diakibatkan hal ini.
Sementara Radiasi yang dipancarkan gadget paling rentan menyerang anak-anak dibandingkan orang dewasa. Selain radiasi sinyal yang terpancar dari smartphone dan gadget lainnya, pancaran cahaya monitornya juga tidak baik bagi anak-anak.
Umumnya, anak-anak menggunakan gadget untuk menonton atau bermain dengan gambar gerak cepat. Baik itu tayangan video maupun game, semuanya adalah gerak cepat. Nah, jika anak terbiasa menikmati tayangan gerak cepat seperti itu, hal itu berdampak pada kemampuan anak menyerap informasi atau pembelajaran dari gerak lambat seperti buku atau keterangan guru di kelas.
Bagi orang dewasa saja tak jarang ribut hanya gara-gara salah dalam memanfaatkan gadget ini. Mulai dari perselisihan antar teman, kisruh rumah tangga, sampai peristiwa kriminalitas yang berujung maut dipicu kesalahan dalam menggunakan gadget, khusunya fitur sosial media yang ada di dalamnya.
Biasanya awalnya iseng-iseng, nge-galau, cari teman. Tapi endingnya, eh bukan kemaslahatan yang didapat tapi malah kemudharatan. Tentu kita tak ingin hal itu terjadi pada kita bukan? Makanya, jika kita pandai dalam bergadget tidak hanya mendekatkan yang dekat tapi juga yang jauh. Bahkan, mendapat penghasilan yang tak sedikit dari kemajuan teknologi ini. So, be smart with smartphone.