Senin, 07 Desember 2009

Mengolok-ngolok FLP


Aries Adenata


Ketika membaca essay-essay Iwan Simatupang, aku terasa dihajar, kepalaku bak dibenturkan tembok, aku terhuyung, bahkan, hampir roboh ke bumi. “Gila, Iwan Simatupang memang, gila” Gumamku. Semakin aku bergumul dengan tulisannya. Darahku naik ke ubun-ubun, aku pun pasang kuda-kuda, siap menyerang balik, menghajarnya, bahkan siap bergulat dengan pemikirannya. Tak hanya itu, amarahku menyebar, membias dan memantul ke arahku.
Ketika aku sudah merasa kuda-kuda ku siap, aku siap membenturkan diri denganya. Tapi, tunggu dulu! Kenapa aku kini merasa enggan untuk menghajarnya, bahkan tertunduk malu, memandangnya pun aku ndak berani. Apakah nyaliku redup. Jadi pengecut, pecundang yang ingin lari ketika sudah dihajar habis-habisan olehnya.
Kenapa? Aku mencari cermin, kulihat diriku dan orang sekitar ku. Wow, aku terhenyak, bahkan, hampir terjungkal menyadari diri, aku dan orang-orang sekitarku yang mengaku penulis dan telah berserikat sekian tahun tak beranjak dari tidurnya, yang diaku sebagai pabrik pembuat cerita, yang mengaku sebagai perserikatan penulis terbesar di negri seribu bencana dan duka ini.
Oh kenapa? Aku baru sadar, sekian tahun tumbuh kembang diantara para komunitas lain, pubhilsing, pegiat, kritukus, tidak bisa mengambil sari pati pelajaran dari mereka. Kenapa? Apakah aku dan perserikatanku sudah bebal tak mau mendengar itu semua? Atau memang pura-pura tak mau mendengar masukan dan kritikan dari mereka. Atau masukan itu terlalu satun, sehingga kita dengan enteng dan mudah menghindar atau bahkan berselimut dibalik kebesaran nama yang telah dipupuk oleh generasi pendahulu kita. Kalau benar, perserikatan ini memang harus diolok-olok karena tak mau merubah diri, berbenah diri.

Melahirkan Kritikus Karya

Sebuah serikat penulis yang hanya memikirkan pertumbuhan kader masal tanpa menigkatkan kualitas tulisan para kadernya. Sebuah serikat yang pincang, yang tak mau mengembangkan sayapnya. Bagaimana tidak, serikat yang sudah tambun ini tak memikiran tuk melahirkan essayis atau kritikus dari dalam mereka, mereka asyik berkutat dengan produksi karya yang masal, tanpa diimbangi dengan kritik yang handal dan tajam. Sebenarnya, sadar atau tidak sadar, betapa pentingnya melahirkan kritikus sastra/karya dari dalam. Menurut Iwan Simatupang, Kritikus sastra bak seorang manager promosi yag handal, ia mengulas kelebihan sebuah karya hingga ia bisa diapresiasi oleh semua golongan dan masyarakat, sebuah karya akan menjadi dikenal, bahkan menjadi populer oleh ulasan para kritikus sastra/karya.
Bangun bung, kalian serikat penulis yang memiliki kader-kader para dosen sastra. Data dan kumpulkan mereka untuk bergumul dan menghajar karya-karya dari dalam. Bahkan, pukul balik jika ada yang menyerang karya kalian. Kini, saatnya menghimpun serikat penulis ini untuk menujukan taringnya.


Politik Sastra

Tak hanya itu, aku juga sadar betapa kita lemah tak berdaya menghadapi sebuah politik sastra, kita menjadi bola bagi komunitas dan mafia perbukuan di negeri para koruptor ini. Ditendang dan dilempar kesana-sini, hingga kita hanya mengikuti arus dan sekenario yang telah mereka buat. Sadar bung! Kini, saatnya kita sadar dan mampu membuat politik sastra. Kalian sudah punya kader yang menduduki posisi strategis di ranah-ranah publishing, sebuah modal besar untuk bermain dan membuat rekayasa/politik sastra.
Bangun bung, kalian sudah punya kepengurusan baru, buat dan manfaatkan divisi kritik untuk mengkader penulis kritik, buat divisi ini mampu menghajar tulisan kader-kadernya sendiri, tulisan orang lain, buat divisi ini untuk melek dengan politik sastra, bahkan rekaya social.
Sadar bung, kepalkan tangan, sisingkan baju, sudah saatnya kalian tak tertidur lagi dengan kepengurusan yang baru. Sebuah kapal yang telah dinahkodai Intan Setiawati Savitri (Hehe... Mbak Intan guru nulisku ketika di Solo. PEACE!)
Sementara, sekian dan terimakasih telah membaca olok-olokan ini.

*Kerja Keras adalah Energi Kita

1 komentar:

  1. bukan merubah, tapi mengubah
    bukan handal, tapi andal.
    Sepertinya kamu juga harus bangun, Bung :)

    BalasHapus