Selasa, 15 Desember 2009

Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf


Aries Adenata


“Kau mirip Nabi Yusuf!”
Kekaguman-kekaguman seperti itu sering di hujamkan kepadaku. Aku telan mentah, aku kunyah dulu atau aku telan setengah matang, itu semua terserah aku. Tapi benarkah aku mirip dengan Nabi Yusuf? Kadang ragu mendesakku. Kadang kepongahanku bertahta di egoku. Ah… persetan dengan semua itu. Aku ya aku! Itulah pongahku. Tapi mungkinkah aku kukuh dengan itu semua. Sedangkan aku seringkali berdecak kagum dengan cerita keelokan rupanya yang tiada tandingnya di alam semesta ini.
Untaian puja indah yang melambungkan aku di pucuk awan terus berlanjut dalam denyut nadi kehidupanku. Terus bergulir seperti setitik bola salju kecil yang menggelinding semakin besar hingga kemasyuranku pun sampai ke telinga seorang pejabat yang berpengaruh di kota yang bernama Zulaika. Ia pun melayangkan sepucuk surat kepadaku untuk menghadiri makan malam. Aku sebenarya tidak mau, tapi segan untuk menolaknya. Akhirnya dengan kepongahanku kulangkahkan kedua kakiku kerumahnya tuk menuai pintanya.
“Yah … ternyata benar kau mirip Nabi Yusuf” gumam Zulaika ketika baru datang dalam acara makan malamnya. Kemudian aku dipersilahkan duduk.
“Adakah yang tidak berkenan hingga nyonya sudi memanggilku?”
“Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin membuktikan apakah kau mirip Nabi Yusuf?” matanya menatapku lekat.
“Lalu apa pendapatmu setelah melihatku?”
“Ya…! Kau mirip dengan Nabi Yusuf” sorotan matanya memancarkan letupan birahi
“Tapi apakah Kau pernah melihat Nabi Yusuf”
“Belum. Tapi kata orang Kau mirip Nabi Yusuf. Jadi aku percaya Kau mirip Nabi Yusuf”
“Tapi bagaimana mungkin. Kau belum pernah melihat Nabi Yusuf sudah yakin bahwa aku mirip dengannya!”
“Pokoknya aku percaya karena hati kecilku juga berkata demkian” nada suaranya berubah lembut, tangannya meraba selangkanganku begitu pelan. Aku merasakan ada geletar-geletar dahsyat menjalar dari bawah pusarku. Aku berusaha mengusai diriku. Kuhenyakkan tangannya dari tubuhku dengan halus agar tidak menyinggung perasaannya. Kemudian aku bergegas pamit untuk pulang kerumah.
Beberapa hari telah berlalu pertemuan rahasiaku dengan Zulaika terdengar santer ke seluruh pelosok kota. Tersiar kabar bahwa Zulaika selingkuh dengan seorang pemuda. Mendengar kabar yang memerahkan telinga Zulaika membuat rencana mengadakan jamuan makan malam kusus untuk para wanita dari pelosok kota Negeri. Zulaika memintaku secara kusus untuk hadir dalam perjamuan tersebut.
“Ku harap Kau bisa datang. Ini permintaanku yang paling istimewa” pinta Zulaika
“Baiklah. Kalau ini mendatangkan kebaikan bagi kita semua”
@@@
Para wanita yang datang dari berbagai pejuru kota sudah mulai berkumpul di rumah Zulaika. Hampir keseluruhan yang datang adalah wanita yang sudah bersuami walaupun sebenarnya perjamuan ini untuk wanita secara umum. Wanita-wanita itu mulai menikmati makanan yang di hidangkan dengan lahapnya tanpa mengetahui sebenarnya jamuan makan ini dimaksudkan untuk apa.
“Para tamu undangan yang saya hormati. Ini adalah hidangan pencuci mulut paling istimewa dari saya. Karena buah ini di datangkan langsung dari negeri asalnya. Silahkan di kupas dulu kulitnya…!” ucap Zulaika. Zulaika memberikan buah Apel dan pisau kepada setiap orang yang hadir untuk hidangan pencuci mulut.
Para wanita itu dengan asyiknya mengelupas kulit buah apel. Kemudian Zulaika menyuruhku masuk membawa nampan yang berisi buah apel. Seluruh mata para wanita yang hadir dalam acara itu tertuju kepadaku kemudian mulut mereka semua mengucap…
“Kau mirip dengan Nabi Yusuf !”
“Benarkah aku mirip Nabi Yusuf?”
“Ya. Kau mirip Nabi Yusuf!”
“Tapi. Apakah kalian sudah pernah melihatnya?”
“Beluum…!” serempak seperti koor
“Lalu, bagaimana mungkin. Sedangkan kalian belum pernah melihatnya sudah bisa berkata bahwa aku mirip dengan Nabi Yusuf”
“Pokoknya Kau mirip dengan Nabi Yusuf!”
“Apanya yang mirip?”
“Ya… Kau mirip dengannya”
“Wajahku?”
“Pokoknya Kau mirip dengannya”
“Tubuhku?”
“Sudah! Ngak usah banyak tanya! Pokoknya Kau mirip Nabi Yusuf”
Tanpa sadar tangan mereka telah tercincang sendiri oleh pisau yang di gunakan mereka untuk mengelupas buah apel.
Kuhengkangkan kakiku keluar ruangan yang menjejaliku penasaran, heran dan rasa aneh. Apa yang terjadi dengan para wanita di kota ini. Kenapa mereka semua berkata bahwa aku mirip Nabi Yusuf.
@@@
“Kau di tuduh telah menggoda Zulaika”ucap seorang karib
“Sungguh! Aku tidak menggodanya, tapi dialah yang menggodaku” jawabku.
“Tapi tidak ada yang percaya omonganmu”ucap sang karib kembali. Kami terus bercakap-cakap tentang tuduhan, kekaguman, kemewahan, jabatan dan semua yang berhubungan dengan diriku hingga petang menghampiri kami berdua. Matahari bergerak pelan ingin berlindung di pelukan alam, mungkin lelah setelah sehari penuh menyinari alam semesta. Binatang malam mulai keluar dari sarangnya betebaran di atas jalanan hingga mengenai mata salah satu orang yang datang ke arah kami.
“Sontoloyo! Mataku kena binatang!”ucap petugas Satu.
“Sudah. Ndak usah di hiraukan nanti juga sembuh sendiri. Pokoknya yang penting kita menjalankan tugas dengan baik” sahut petugas dua.
Mereka semakin mendekati kami. Jumlah mereka sekitar sepuluh orang. Pakian mereka berseragam.
“Maaf. Anda harus kami bawa ke kantor keamanan”ucap petugas tiga.
“Tapi… kenapa Saya harus ke kantor keamanan?”
“Karena Anda di tuduh telah mengoda Zulaika”timpal petugas dua
“Bukan Saya Pak yang menggodanya”
“Baiklah. Kau buktikan perkataanmu di kantor”sergah petugas empat
Suasana semakin tegang
“Tapi Pak…”
“Kau sampaikan keberatanmu di kantor saja”timpal petugas tiga.
Kami pun pergi menuju kantor keamanan. Setibanya di sana aku tidak di mintai keterangan. Saya lansung di jebloskan ke penjara. Hari demi hari kutunggu di mana aku akan di mintai keterangan atau diadili. Tapi hari itu tak kunjung datang aku terus menunggu hari itu tiba hingga aku lupa sudah berapa lama aku mendekam di penjara ini.
“Kawan. Semalam aku mimpi terbang bebas sepeti burung. Apa artinya semua itu?”tanya teman satu sel
“Artinya Kau akan bebas dari penjara ini”
“Hebat. Kau mirp Nabi Yusuf”
Sehari setelah menta`wilkan mimpi tersebut teman satu sel itu di bebaskan. Kini ia telah mendapat kebebasan tetapi aku masih mendekam di penjara yang dekil dan kotor. Beberapa hari kemudian ia datang kembali.
“Hai kawan. Aku datang untuk menanyakan tentang mimpi seorang pejabat kota”ucap teman satu sel dulu yang pernah aku ta`kwilkan mimpinya. Rupanya Ia telah menceritakan tentang aku yang telah menta`wilan mimpinya dengan benar kepada pejabat kota.
“Beliau bermimpi tujuh keping uang di bakar oleh tujuh orang anak kecil”
“Negeri ini akan megalami krisis pangan. Kalian semua harus pandai menabung dan berhemat untuk persiapan jika krisis itu menimpa negeri ini”
“Hebat…! Kau mirip Nabi Yusuf”
“Apanya yang mirip ?”
“Pokoknya kau mirip Nabi Yusuf”
Sehari kemudian ia datang kembali.
“Kawan! Sang pejabat puas dengan ta`wilmu serta solusi yang kau berikan. Beliau mengucapkan banyak terima kasih”
“Bolehkah saya ketemu dengan beliau”
“Ya. Nanti saya sampaikan”jawab sang teman.
Keesokan harinya ia kembali.
“Beliau ingin ketemu denganmu!”
Kami berdua melangkah keluar dari penjara. Ia mengantarkan aku sampai kantor sang pejabat.
“Yah…! Ternyata kau mirip Nabi Yusuf”ucap sang pejabat
“Benarkah Tuan?”
“Aku telah mendengar kemahsyuranmu. Sungguh! Kau mirip Nabi Yusuf”
“Apanya yang mirip Tuan?”
“Pokoknya kau mirip Nabi Yusuf”
“Bolehkah Saya minta sesuatu agar hidupku seperti kisah Nabi Yusuf Tuan”
“Apa itu?”
“Tuan…! Zulaika telah menggodaku seperti Zulaika zaman dulu menggoda Yusuf. Wanita-wanita tangannya tercincang ketika melihatku pada perjamuan makan, sama seperti wanita-wanita dulu melihat Yusuf tanpa sadar tangannya juga tercincang. Selanjutnya saya juga bisa menta`wilkan mimpi pejabat seperti Yusuf yang dulu menta`wilkan mimpi pejabat. Tuan…! Agar kisahku genap seperti Nabi Yusuf aku punya permintaan?”
“Apa itu. Sebutkan?”
“Aku ingin seperti Nabi Yusuf yang mendapatkan jabatan urusan keuangan agar bisa mencegah terjadinya krisis pangan”
“Apaa…!”sang pejabat kaget.
“Berani sekali kau memintaku seperti itu. Siapakah Kau? Hingga berani meminta itu kepadaku!”sang pejabat marah
“Aku tuan. Aku yang mirip Nabi Yusuf!”suaraku lantang.
“Apa! Kau mengaku mirip Nabi Yusuf. Bercerminlah dulu sebelum berkata!”bentak sang pejabat
“Ya. Aku mirip Nabi Yusuf” Aku kini mulai berani mengatakan itu semua karena sudah banyak orang yang berkata demikian serta kisahku yang mirip sekali dengan Nabi Yusuf.
“Bercerminlah dulu!” perintah sang pejabat.
Ajudan sang pejabat itu mendekatiku. Ia memberikan sebuah cermin. Kuterima cermin itu, kemudian aku angkat kedepan wajahku. Tapi apa yang kulihat dalam cermin itu? Kaca itu kosong dan bening berkilau tanpa ada pantulan wajahku.
“Dimana wajahku? Kenapa di cermin ini tidak muncul wajahku?” suaraku parau kubuang kaca itu. Kutatap sang pejabat, lalu temanku satu sel, kemudian sang ajudan itu dan semua orang yang hadir dalam ruangan itu. Tapi aneh…
“Kenapa wajah kalian semua mirip Nabi Yusuf ?”


*Kerja Keras adalah Energi Kita

2 komentar: