Senin, 07 Desember 2009

Merindukan Film Perjuangan


Merindukan Film Perjuangan
Aries Adenata (ketua FLP Solo Raya)




Film Perjuangan Kesan yang Tak Terlupakan
Gizolista, pernah nonton film perjuangan nggak? Hayoo jujur! Coba sebutkan film perjuangan yang pernah kamu tonton! Lah, ckckck...gimana mau bangsa ini bisa maju kalau generasi mudanya tidak pernah nonton film-film perjuangan. Upz, tuh yang dipojok ruangan ada yang tunjuk jari. ”Yupz, ada beberapa film perjuangan yang berkesan, `Romusha`, `Naga Bonar`, `Sepuluh September`, `Anak-anak revolusi`, `Mereka Kembali` dll” Wah, ternyata masih ada generasi muda yang melek film perjuangan, ya!
Yah, ketika kita habis nonton film perjuangan, serasa semangat perjuangan para pejuang itu mengalir deras pada darah kita. Ada gelora heroisme dalam dada kita, ada decak kagum perjuangan, ada kesan yang begitu mendalam yang tak bisa terlupakan. Coba bandingkan, jika kita sehabis nonton film kacangan, sejenak kagum itu hadir, namun akan segera menguap begitu saja, bahkan kesan itu akan hilang tak berbekas.
Tak Sekedar Tontonan
Ketika kita menonton film, tentunya kita juga ingin mendapatkan hiburan dari apa yang kita tonton. Begitu juga dengan film perjuangan, penonton akan disuguhi adegan-adengan yang menghibur, bahkan akan memicu andrenalin kita. Namun, film perjuangan tak hanya sekedar menghibur, ada pesan moral yang disampaikan, ia ingin menggerakan jiwa-jiwa yang menontonnya untuk terus mengobarkan semangat perjuangan, perjuangan untuk merdeka dari penjajahan, baik penjajahan kedaulatan maupun ekonomi.
Nagabonar
Gizolista ingat nggak dengan film Nagabonar? Ciah, kagak inget! Gimana bisa inget, nonton aja belum! Ooo... Hehe... Kasih bocoran dikit aja ya! Nagabonar adalah film yang mengetengahkan pencopet yang mengangkat dirinya sendiri sebagai jenderal dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Film ini adalah film perjuangan, namu dibalut dengan komedi. Film Nagabonar ini dibesut oleh Asrul Sani. Film ini tak sekedar perjuangan dan humor, ada kritik sosial-politik. Lah, dah tahu kan?
Nagabonar teryata tak berhenti di tahun delapan puluhan. Ia hadir lagi di era sekarang, ia datang dengan anaknya, Bonaga. Karakternya sama dengan ayahnya, sebuah upaya menjembatani era modern dengan era lama. Judul film tersebut diberi judul ”Nagabonar Jadi Dua”
”Nagabonar Jadi Dua” ini mengetengahkan cerita tentang Bonaga, anak Nagabonar yang sukses menjadi pengusaha. Akan tetapi, ia dihadapkan pada dua pilihan. Menggusur kuburan keluarga? Atau tidak menggusur kuburan keluarga di perkebunan sawit milik ayahnya? Untuk mendapatkan restu dari ayahnya, Bonaga memboyong ayahnya, Nagabonar, ke Jakarta untuk dibujuk agar direstui untuk menggusur kuburan keluarga dan menjadikannya resort.
Tentunya film ini juga dibalut dengan humor dan kritikan pedas. Misalnya, bagaimana Nagabonar menangis melihat patung Jenderal Sudirman (di jalan Sudirman-Jakarta) yang terus menerus memberi hormat kepada orang-orang yang melawti jalan tersebut, yang notabene jalan tersebut hanya bisa diakses oleh orang-orang elit yang hidup di negeri ini, apakah pantas Jenderal Sudirman memberi penghormatan kepada mereka? Atau justru seharusnya merekalah yang harus memberi hormat kepada Jenderal Sudirman yang telah berjuang untuk merebut kemerdekaan ini.
Merah Putih
Ditengah membanjirnya film mistis dan komedi yang berbau porno, akankah ada film perjuangan yang bakal hadir dengan penggarapan yang serius. Wah, Gizolista juga pesimis, ya! Sssst...ada lho sineas anak negeri ini yang masih melirik film perjuangan untuk digarap. Judul film tersebtu adalah “Merah Putih”.
Merah Putih adalah film perjuangan yang berlatar belakang revolusi fisik pasca-1945. Berkisah tentang perjuangan lima kadet yang mengikuti latihan militer di sebuah kota di Jawa Tengah. Mereka, Amir (diperankan Lukman Sardi), Tomas (Donny Alamsyah), Dayan (Teuku Rifnu), Senja (Rahayu Saraswati), dan Marius (Darius Sinathrya), masing-masing punya latar belakang, suku, dan agama yang berbeda. Suatu ketika, kamp tempat mereka berlatih diserang tentara Belanda. Seluruh kadet kecuali lima sekawan itu dibunuh. Mereka yang berhasil lolos, bergabung dalam pasukan gerilya Soedirman di pedalaman Jawa.
Yang lebih mengejutkan dari film ”Merah Putih” ini adalah penggarapannya, film ini digarap oleh orang-orang kelas dunia, bahkan para alumni Hollywood pun turun tangan untuk menangani film ini. Diantaranya ahli efek khususnya (special effects) yakni dari Inggris Adam Howarth (Saving Private Ryan, Blackhawk Down), Koordinator pemeran pengganti (stunt) Rocky McDonald (Mission Impossible II, The Quiet American). Make-up dan visual effects oleh Rob Trenton (The Dark Knight), Konsultan ahli persenjataan adalah John Bowring (Crocodile Dundee II, The Matrix, The Thin Red Line, Australia, X-Men Origins:Wolverine) dan Asisten Sutradara adalah Mark Knight (December Boys, Beautiful). Bahkan, penggarapannya dibesut dalam format seluloid 35 millimeter. Wuih, keren ya para crew yang terlibat didalamnya. Jadi penasaran, ya!
Yah, semoga kedepan akan lahir film-film perjuangan di negeri ini. Film yang mengajarkan tentang semangat untuk berjuang, patriotisme, heroisme, kebajikan, pantang menyerah serta pesan moral lainnya.
Sungguh, kita merindukan film-film perjuangan yang mampu mencerahkan dan menggerakan segenap anak bangsa ini untuk merubah bangsa ini menjadi lebih baik. Berjuang!

*Dimuat di Majalah Gizone edisi 8
**Kerja Keras adalah Energi Kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar