Rabu, 21 Juli 2010

Aku Pasti Datang ke Palestina!



Lelaki itu duduk terpaku melihat layar kaca, hatinya bergumuruh, tangannya mengepal.
“Dasar! Israel biadab” Celetuk lelaki itu.
Matanya masih tertaut tajam pada tayangan televisi. Matanya tak mau berkedip sedikitpun.
“Terkutuk Yahudi” Omel lelaki itu.
Narasi yang menggebu dan heroik dari pembawa berita itu masuk menjejali gendang telinga lelaki itu. Ia begitu terhanyut, tak menghiraukan keadaan sekitar meskipun diluar ribut membincangkan soal rencana kenaikan BBM oleh pemerintah yang sedang berkuasa.
“Ya, aku pasti datang! Datang ke Palestina untuk membantu kalian semua.”
“Bang! Sedang nonton apa?” Tanya adik perempuannya.
“Lihat kebrutalan Israel yang menyerang kapal kemanusian Marvy Marmara” Jawab lelaki itu.
“Kenapa Abang dari tadi ngomel sendiri?”
“Aku kesel banget, neh! Aku ingin datang ke Palestina untuk membantu mereka” Ucapnya dengan berapi-api.
“Abang nggak takut?” Tanya adiknya dengan sorot mata yang menyelidik.
“Kenapa harus takut?”
“Beneran? Abang nggak takut?”Sahut adiknya yang tampak keheranan melihat Abangnya yang begitu gagah dengan jawabannya.
“Pokoknya aku nggak takut. Aku pasti datang ke Palestina!”
Adik perempuannya bertambah heran dengan sikap kakaknya yang begitu bersemangat. Mungkin ini pengaruh media yang begitu gencar menyuarakan pembelaan terhadap Palestina.
“Baguslah kalau begitu! Ayo semangat Bang! Aku mendukungmu seratus persen. Kapan berangkatnya bang?”
“Kita lihat saja nanti”
@@@
Suara kokok ayam membangunkan seluruh penghuni rumah itu, tak terkecuali lelaki itu. Ia bangun dari tempat tidurnya, kemudian ke kamar mandi. Setelah itu melangkah ke ruang makan.
“Bang. Tadi sudah sholat Shubuh?”
“Hehe…” Ia hanya cengar-cengir sambil garuk-garuk kepala. Persis seperti seorang pelajar yang ketangkep nyontek.
“Halah…kayak gitu mau berangkat ke Palestina!” Ejek adiknya.
“Eeits…untuk urusan Palestina. Aku pasti datang. Ya! Aku pasti datang ke Palestina.” Bela lelaki itu.
Lelaki itu kemudian menyeruput teh hangat yang sudah disiapkan oleh adiknya. Setelah, tenggorokannya digelontori air hangat. Dengan cepat ia memencet remote televise. Tak lama kemudian, berita tentang Palestina muncul. Ia mencoba memindahkan saluran televise. Berbagai stasiun televisi tampak berebutan menayangkan tentang Palestina.
“Tuh, lihat! Kasihan warga Palestina yang di blokade oleh Israel. Mereka sangat menderita. Makanya, kita harus datang ke Palestina untuk memberikan bantuan” Ucap lelaki itu yang masih bersemangat.
“Beneran, kan! Abang mau berangkat ke Palestina?” Tanya adiknya yang masih tampak keheranan dengan sikap kakaknya.
“Iya. Aku pasti datang ke Palestina!” Masih dengan semangat.
“Kapan Bang?”
“Kita lihat saja” Jawabnya dengan penuh percaya diri.
“Iya. Kapan?
“Nanti kamu juga tahu sendiri” Sergahnya dengan optimisme.
“Halah….”
“Pokoknya aku pasti datang!” Masih dengan keyikanan kuat.
“Eh, abang sudah daftar jadi relawan?”
“Belum” Tetap semangat.
“Sudah persiapan mental?”
“Belum” Bertahan dengan semangatnya.
“Sudah persiapan bekal?”
“Itu juga belum!” Tak mau mundur dari tekadnya.
“Lah, abang beneran punya niat untuk menjadi relawan Palestina?”
“Iya. Aku pasti datang ke Palestina” Semangatnya masih berkobar.
Sang adik hanya bisa kagum dengan semangatnya. Ia berharap abangnya bisa berangkat ke Palestina. Sebuah semangat yang jarang ia jumpai pada abangnya tersebut.
@@@
Terik matahari begitu menyengat. Udara terasa gerah. Pohon-pohon tampak tegak berusaha menghadang panas yang menyergah bumi. Cuaca yang begitu panas membuat para manusia yang menghuni bumi menjadi mudah tersulut emosi jika ada permasalahan sedikit saja yang menimpanya. Tetapi, ada juga anak manusia yang tersulut semangatnya.
Terlihat ratusan manusia bekerumun di tengah jalan, kemudian longmarch untuk meneriakan tentang pembebasan Palestina.
“Khaibar-khaibar ya yahud, jaisu Muhammad saufa ya`ud” Sesekali yel-yel dukungan untuk Palestina mengumandang keras membahana ke atas langit yang begitu panas.
Tampak dua orang lelaki dan perempuan memperhatikan demo tentang Palestina yang digelar di jalanan tersebut.
“Kok, abang nggak ikut demo? Katanya mau datang ke Palestina?”
“Abang nggak ingin hanya sekedar demo, tapi Abang maunya datang langsung ke Palestina untuk membantu mereka” Jawab lelaki itu dengan mantab.
“Kan, bisa untuk pemanasan gitu bang!” Sergah adik perempuannya.
“Buat apa demo, paling bisanya hanya berteriak di jalan”
“Eh… kan, dunia jadi tahu bahwa umat Islam itu saling bersaudara. Ada pembelaan dari sudaranya gitu!” Bela adiknya terakait demo.
“Ah…nggak usah diteruskan perdebatan tentang demo. Pokoknya aku pasti datang ke Palestina”
Aksi tentang Palsetina itu masih terus berlangsung di tengah terik matahari. Mereka terus menyuarakan pembelaan atas nasib rakyat Palestina yang dijajah oleh Israel. Mereka juga mengutuk dan mengecam kebiadaban Israel terhadap rakyat Palestina. Apa yang mereka lakukan adalah persis seperti apa yang dilakukan oleh Nazi terhadap Israel (meskipun masih perdebatan peristiwa itu benar atau tidak). Kini, Isrel melakukannya, yakni genosida terhadap rakyat pelastina.
@@@
“Aku pasti datang ke Palestina” Teriak lelaki itu.
“Bang, kapan jadi berangkatnya ke Palestina”
“Minggu depan!”
“Yang benar bang?” Adiknya tampak terkejut, hampir saja ia meloncat keheranan dengan jawaban abangnya.
“Minggu depan ya bang?” Tanya adiknya lagi.
“Iya. Minggu depan!”
“Serius bang?” Tanya adiknya yang masih belum percaya.
“Abang serius. Abang pasti datang ke Palestina” Ucapnya dengan mantab.
“Baiklah kalau begitu bang. Adik hanya bisa mendoakan. Somoga bisa sampai ke Palestina dengan selamat. Juga bisa membawa bantuan buat rakyat Palestina tanpa dirampas oleh Israel.”
“Trimakasih” Ucap kakaknya dengan semangat yang membaja.
@@@
“Abang mohon doanya, ya? Besok Abang mau berangkat ke Palestina” Ucap lelaki itu kepada adiknya.
“Iya bang. Semoga selamat. Sudah pamit dan minta doa kepada bapak sama ibu belum?” Tanya adiknya yang tampak mencemaskan kakaknya. Wajahnya terlihat redup, namun terselip rasa kebanggaan.
“Sudah” Jawabnya pendek.
@@@
Tetes embun membasahi dedaunan. Udara pagi masih belum terkontaminasi polusi udara terasa begitu segar. Manusia yang terpenjara oleh rutinitas mulai bergeliat untuk masuk pada lingkaran rutinitas yang tak berujung.
“Abangmu kemana? Pagi-pagi betul sudah pergi” Tanya ibu.
“Lah, bukannya sudah pamit sama ibu?”
“Pamit kemana” Tanya kembali ibunya dengan keheranan.
“Ke Palestina”
“Apa?” Tampak ibunya begitu kaget.
“Ngapain abangmu ke Palestina?”
“Mau jadi relawan bu!”
“Kenapa abangnya tidak pamit ke Ibu dulu? Kalau ada apa-apa nanti gimana?” Ucap ibunya yang begitu kuwatir.
“Tenang aja bu, insya Allah tidak terjadi apa-apa, harusnya ibu bangga punya anak yang berani jadi relawan ke Palestina. Sekarang ibu mendoakan abang aja, biar selamat”
Tiba-tiba…
“Sarapannya apa neh?”
“Abaaang!”
Dua perempuan itu keheranan dengan kehadiran lelaki yang sudah pamit berangkat ke Palestina pagi ini.
“Nggak jadi ke Palestina?” Tanya adiknya dengan penuh keheranan.
“Hehe…” Lelaki itu hanya cengar-cengir tanpa memberi jawaban.
“Kenapa bang?” Tanya adiknya lagi.
“Ntar yang memberi makanan ikanku siapa? Trus yang habisin makanan di rumah siapa? Lantas yang ngantar ibu ke pasar siapa, hayo?
“Halah… abang alasan aja. Cuma ngomong doang” Ucap adiknya sambil melempar buku ke arah abangnya.
Abangnya masih tampak cengar-cengir saja. Sambil garuk-garuk kepala. Tanpa berusaha menangkis lemparan buku dari adiknya. Sambil berkata,
“Abang pasti datang ke Palestina!”

*Kawan, Palestina tidak butuh perkataanmu, tetapi tindakan nyatamu! 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar