Rabu, 18 Agustus 2010

Musuh Ibu*


Entah sejak kapan ibu mendeklarasikan bermusuhan dengannya. Setahu saya, ibu selalu mengambil benda apapun yang ada didekatnya untuk mengeksekusinya. Ibu tak peduli dimana dan siapa yang melihatnya, Ibu pasti akan mengeksekusinya! Meskipun, itu terjadi dihadapan mataku dan adik-adikku. Lebih mengherankan lagi, ibu selalu membuang barang apapun yang sudah terjamah olehnya.
Pernah suatu hari, barang yang baru saja dibeli oleh ayah, yaitu rantang makanan yang terbuat dari stainless, dikasihkan kepada orang begitu saja karena telah dijamahnya. Kejadian lainnya lagi, baju kesayangan ayah, dibuang ibu ketempat sampah begitu saja, juga karena telah dijamahnya. Piring makan yang ada di rumah kami kian hari kian habis, tak lain tak bukan juga karena dibuang ibu karena sudah dijamah olehnya. Begitulah ibu, ia begitu anti dengan benda apapun yang telah dijamah oleh musuhnya itu. Jangan harap, ibu sudi menerima, apalagi menyentuh benda yang telah dijamah oleh musuh bebuyutannya. Aku tak habis pikir, kenapa ibu bisa sampai sebegitunya!
Entah sejak kapan, ibu mendeklarasikan bermusuhan dengannya. Setahu saya, ibu selalu mengambil benda apapun yang ada didekatnya untuk mengeksekusinya. Ibu tak peduli dimana dan siapa yang melihatnya, ibu pasti akan mengeksekusinya! Terkadang, kami juga dilatih untuk menjadi algojo untuk mengeksekusi musuhnya. Tak pelak, jika musuh ibu datang, seisi rumah seolah menjadi pasukan cadangan yang siap setiap saat jika ibu kewalahan menghadapi musuhnya.
“Pastikan ada benda di dekat kalian, jika ia datang tiba-tiba ke dalam rumah kita!” Pesan Ibu ketika kami baru nonton bareng berita kriminal di salah satu chanel stasiun televisi.
“Baik Bu!” Jawab adik laki-lakiku sambil tangannya mencari-cari benda yang dapat ia jumpai di dekatnya.
“Kenapa kamu diam saja!” Ucap Ibu melihat adik perempuanku yang diam tak bergerak mengambil suatu benda apapun untuk dijadikan senjata.
“Iya Bu, sebentar lagi. Setelah selesai memakai bedak ” Jawab adikku yang asyik memakai bedak sambil nonton tv.
“Lho, kamu tidak memegang benda apapun?!” Teriak Ibu kepadaku.
“Bentar lagi Bu! Nanggung, banyak tugas kampus yang harus saya selesaikan” Jawabku. Aku berusaha menyelesaikan tugasku sambil nonton televisi.
“Terserah kalian semua, yang penting, jika ia datang, kalian sudah siap untuk menyerbunya!” Ucap ibu yang memaksa kami untuk menjadi pasukan yang berada di bawah komandonya.
Acara kriminal ditelevisi yang kami tonton bareng-bareng itu terus saja menyiarkan tayangan-tayangan bagaimana para penjahat menghabisi nyawa para korbannya, ada yang membunuh dengan cara diracun, ditikam dari belakang, dikeroyok rame-rame, kepalanya dipenggal dan dibuang ketengah sungai, perempuan diperkosa dulu kemudian tubuhnya dicabik-cabik dan setelah itu mayatnya di buang di got, urat tangan diputus hingga darah sang korban mengucur deras sampai mati kehabisan darah. Seakan tayangan yang kami tonton itu adalah sebuah pendidikan yang diberikan kepada kami untuk menghabisi musuh ibu yang harus dihadapi setiap saat. Hingga tayangan kriminal itu selesai, musuh ibu tak kunjung datang. Aku terasa lega hari itu, karena aku mengira tidak akan ada adegan eksekusi. Tapi ternyata, perkiraan saya salah. Setelah acara itu selesai kami melangkah pergi menuju ke kamar kami masing-masing. Tapi baru beberapa langkah kami mendengar…
“Aaaaaaaaaa………….” Suara ibu menjerit dengan keras. Seketika itu juga Ibu mengambil sandal jepit, kemudian dengan sekonyong-konyong melemparkannya kearah musuhnya, tak puas hanya dengan sandal jepit, ibu melemparkan sepatu yang berada di dekatnya, ibu makin bernafsu menghabisi musuhnya, ia mengambil sapu dan kemudian memukulinya dengan membabi buta hingga ia tak bernyawa lagi. Ibu belum puas juga dengan kematiannya, ia kemudian mengambil pisau dapur dan memincang-mincang tubuhnya. Setelah adegan eksekusi itu usai, ibu menyuruhku membuangnya di got depan rumah.
“Jangan sampai ada orang yang tahu kalau kau membuangya di got!” Perintah Ibu.
“Baik Bu” Jawabku dengan penuh keengganan.
Selesai sudah satu adegan eksekusi yang ditampilkan ibu di depan mataku dan adiki-adikku. Aku berharap, ibu bisa berhenti menampilkan adegan-adegan eksekusi di depan mataku dan adik-adikku, tapi entah kapan harapan itu akan terwujud.
@@@
Udara cerah menghiasi suasana pagi hari ini. Mentari bersinar dengan hangatnya. Kami sekeluarga tak mau melewatkan hari yang baik ini. Hari ini kami berencana akan pergi kerumah kakek dan nenek. Aku berharap, hari ini tidak ada adegan eksekusi lagi di depan mataku, apalagi di rumah kakek dan nenek.
Dalam perjalanan menuju rumah kakek dan nenek, ibu asyik bercerita tentang masa kecilnya, ada sepercik kebahagian yang terpancar dari wajah ibu ketika mengisahkan masa lalunya. Tak mau ketinggalan, ayah juga menceritakan sepenggal kisah masa lalunya ketika di desa. Maklum, Ayah juga satu kampung dengan ibu. Aku dan adik-adikku begitu senang bila ayah dan ibu sedang menceritakan masa lalunya.
“Kenapa ibu mau dengan ayah?” Tanya usil adikku.
“Ya…pokoknya suka!” Jawab ibu yang menyembunyikan alasan sesungguhnya.
“Ya…karena ayah paling ganteng satu kampung!” Sahut Ayah dengan begitu percaya diri.
Huuu….. sorak kami semua. Sorakan kami menambah hangat suasana, ketika kami bersorak, aku sempat melirik wajah ibu, ia hanya tersenyum simpul mendengar ayah memuji dirinya sendiri. Tak terasa, kami sudah dekat dengan rumah kakek dan nenek.
Neneeeeek…teriak adikku ketika baru saja turun dari mobil. Nenek langsung saja menghampiri adikku dan langsung memeluknya. Tak mau ketinggalan kakek juga ikut menyambut kedatangan kami dengan kehangatan.
“Mau berapa hari tinggal disini cucu-cucuku?”
“Sepuasnya Kek!” Jawab adikku.
“Hus…ngawur! Kamu disini kan hanya selama liburan, kalau sudah masuk, ya kembali kerumah!” Sahut ayah yang mendengar ucapan adikku.
“Tapi Yah…?”
“Nggak ada tapi-tapian. Pokoknya kita pulang kalau liburannya sudah habis. Nanti Ayah akan menjemput kalian!”
Kami semua melangkah masuk ke dalam rumah yang begitu bersih dan bersahaja. Ada guratan-guratan masa lalu yang masih tersisa di dalam rumah ini. Ayah dan Ibu akan menginap satu malam disini, keesokan harinya mereka akan kembali kerumah untuk bekerja dan beberapa hari kemudian mereka akan menjeput kami setelah masa liburan kami habis.
Malam ini, kami akan makan malam bersama dengan hidangan istimewa yang dibuat oleh Nenek kami. Saya tak mau melewatkan momen yang baik ini, saya akan mengorek keterangan dari nenek, kenapa ibu bisa bermusuhan dengannya, apakah ada alasan tertentu sehingga membuat ibu betul-betul tidak suka dengannya, atau ada penyebab lain yang tidak diketahui nenek dan kakek!
Makan malampun tiba. Aku duduk di diantara nenek dan kakek, agar aku leluasa berbicara dengannya. Sedangkan adik-adikku duduk berdekatan dengan ayah dan ibu.
“Nek, tolong ceritakan masa kecil ibu, ya!” Rajukku untuk memulai rencanaku.
“Kenapa kamu ingin tahu?”
“Ya…biar tahu masa kecil Ibu, apakah sama dengan masa kecil kami Nek!”
“Ibumu itu waktu kecil mbandel banget dan dia suka ngumpet di kolong tempat tidur jika dimarahi” Ungkap Nenek. Ibu hanya diam mendengar cerita yang disampaikan oleh nenek.
“Apa kesukaan ibu waktu kecil Nek?” Sahut adik perempuanku.
“Lha…! Ini kesukaan Ibumu yang ndak saya sukai. Apa hayoo?”
“Suka main kemana-mana Nek!” Jawab adik perempuanku.
“Bukan!” Jawab Nenek.
“Suka makan jajanan Nek!” Sahut adik laki-lakiku.
“Bukan itu juga”
“Lalu apa Nek?” Desak adik perempuanku.
“Dia suka manjat pohon!”
Haaa… aku dan adik-adikku terkejut mendengar jawaban Nenek. Saya tak mengira kalau Ibu waktu kecil seperti itu. Setahu kami Ibu adalah seorang yang feminim, seorang yang penuh kasih sayang dan lembut.
“Kok seperti anak cowok!” Sahut adik perempuanku.
Ibu lagi-lagi hanya diam. Ia tidak berkomentar dengan jawaban adik ku.
“Nek, apa Ibu waktu kecil punya pengalaman buruk?” Tanyaku dengan sedikit kuperhalus. Pertanyaan yang menjurus kearah mencari keterangan tentang penyebab kenapa ibu bisa bermusuhan dengannya.
“Apa ya…!” Nenek mencoba mengingat peristiwa tempo dulu.
Belum sempat Nenek menjawab pertanyaanku. Tiba-tiba musuh ibu datang. Ia langsung menjamah piring yang ada di depan kami. Dengan sigap ibu langsung menyerang musuhnya. Piring itu pecah, namun musuh ibu dapat menghindar. Setelah itu musuh ibu menjamah gelas, dengan gesit ibu menyerangnya kembali. Namun, lagi-lagi musuhnya dapat menghindar. Kini musuh itu menjamah baju ayah. Ibu terdiam sebentar, menata serangan yang akan dilancarkan. Ibu tampak ragu-ragu. Sebelum ibu sempat melancarkan serangan, musuh ibu itu sudah berada di muka ayah. Ibu Menahan serangannya, ia kelihatan berpikir ulang. Kecoa itu diam tak bergerak di wajah ayah seolah menunggu dan menantang ibu, apa yang akan dilakukan ibu dengan wajah ayah?!

* Tuk wanita yang paling agung dalam hidupku;
Ibu, terimakasih kau selalu memompakan semangat untukku tanpa kenal letih…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar