Selasa, 02 Februari 2010

Tawuran





Tawuran? Darah, babak belur, patah tulang, korban berjatuhan wuis...semuanya serba serem! Ciah...emang nggak ada yang lain? Misal, bunga mawar, melati. Upz...itu bukan tawuran, tapi taburan bunga hehe....
Data-data Tawuran
Gizolista, tahu nggak jumlah kasus tawuran yang berlangsung di negeri ini katulistiwa ini? Tahuuu....(suara dari pojok). Yah berapa? Emm...(sambil garuk-garuk kepala). Ciah...nggak tahu, kan? Neh, saya kasih gratis buat Gizolista...
Jakarta, tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar. Tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri. Dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. (Bimmas Polri Metro Jaya).
Pada tahun 1999 hingga Maret 2000 tercatat 26 pelajar tewas, 56 luka berat, dan 109 luka ringan. Dan, pelaku yang terlibat dalam tawuran tersebut sebanyak 1.369 orang, sekitar 0,08% dari siswa di Jakarta yang berjumlah 1.685.084 (Galamedia, 9/3/00).
Tahun 2008, Terjadi tawuran di pelataran perkuliahan tepat di depan perpustakaan kampus Unhas Tamalanrea, pada Selasa (26/2). Tawuran ini melibatkan mahasiswa fakultas teknik melawan fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, fakultas ilmu ilmu budaya, dan ekonomi. Sedikitnya 11 orang mengalami luka-luka, baik dari pihak mahasiswa, staf maupun petugas pengamanan kampus. (Tempointeraktif.com, 05/03/08)
November, 2008, tercatat tawuran antarmahasiswa Universitas 45 Makassar sudah terjadi tiga kali. Pertama, terjadi pada 3 November lalu yang dipicu ketersinggungan antarmahasiswa. Akibatnya, 2 mahasiswa terluka dan 3 mahasiswa Fakultas Teknik (FT) dipecat. Buntutnya, pada 6 November, temen-temen mahasiswa FT ngegelar unjuk rasa di pintu gerbang kampus sebagai protes atas pemecatan kawan mereka. Pada saat yang sama, beberapa mahasiswa Fakultas Hukum yang akan mengikuti mid test otomatis terhalang oleh mahasiswa teknik yang sedang aksi. Hal ini yang kemudian memicu tawuran terjadi antardua fakultas ini. (Tempointeraktif.com, 19/11/08)
Ccckk…Gizolista pasti akan geleng-geleng kepala jika membaca data diatas. Wuah, ternyata tawuran di Negara kita sudah sangat kronis. Dan yang membuat kita heran, tawuran atau kekerasan tersebut sebagian besar pelakunya adalah anak muda.
Faktor Penyebab Tawuran
Nah, apa sih faktor penyebab tawuran? Mau tahu? Eitss....bacanya yang serius, ya! Jangan sambil tiduran, ntar bablas ke negeri impian hehe.... Gizolista ada beberapa faktor penyebab tawuran:
Faktor pertama adalah faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini adalah keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang.
Faktor kedua adalah faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (sesama anggota keluarga) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika beranjak dewasa, mereka akan menganggap bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga wajar kalau ia melakukan kekerasan pula.
Faktor ketiga adalah faktor sekolah. Sekolah yang di dalamnya ada peran guru yang sangat penting. Akan tetapi, guru disini lebih memaikan peran sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
Faktor keempat adalah faktor lingkungan. Lingkungan dimana para remaja bergaul akan menjadi faktor munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan yang berperilaku buruk (narkoba, intimidasi, dll). Lingkungan yang buruk tersebut akan menjadi contoh mereka untuk berperilaku destruktif
Lelaki dan Tawuran
Nah, Gizolista pasti melihat kenapa yang tawuran atau kekerasan itu mayoritas adalah kaum lelaki? Kenapa tidak kaum perempuan? Huah, nggak lucu dong kalau yang tawuran itu adalah kaum perempuan.
Foucault, seorang psikolog sosial, menyatakan bahwa kekerasan adalah buah dari simbolisasi perlawanan akan bentukan emosi yang menekan manusia secara eksistensial. Disisi yang lain, Eric Fromm menyatakan bahwa kekerasan adalah wujud dari ketakutan dan keterancaman.
Dari dua pendapat diatas, kita bisa memahami mengapa pelajar melakukan kekerasan. Sebagai manusia remaja, pelajar, dalam pengalaman keseharian mereka, merasakan didekte orang yang lebih dewasa (orang tua, guru dan sekolah itu sendiri) melalui aturan-aturan normative yang mengekang kebebasan mereka. Mereka lebih sering dituntut untuk memahami segala bentuk tatanan yang sifatnya baru bagi mereka daripada diberikan kebebasan untuk berpikir kritis atas tatanan-tatanan tersebut. Mereka merasakan tidak terlalu diakui sebagai selayaknya manusia yang setara. Mereka adalah gudang kesalahan yang setiap hari selalu diposisikan sebagai sosok yang tidak pernah benar di mata orang dewasa.
Nah, biasanya yang lebih reaktif dan ekpresif adalah kaum adam, kaum adam yang notabanenya punya kekuatan lebih(dalam hal otot)dibandingkan dengan kaum hawa, mereka akan melampiaskan dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah tawuran itu.
Menyalurkan Ekspresi
Gizolista, tawuran bukanlah sebuah solusi, ajang pelampiasan, pencarian sebuah identitas, dan bentuk ekpresi yang baik. Tawuran adalah sebuah kelakuan yang melanggar hukum atau kriminal. So, Gizolista banyak bentuk ekpresi atau ajang pelampiasan yang lebih berguna bagi kita. Misalnya, jika ingin adu jotos yang sehat, ikutlah olahraga tinju di sasana yang resmi, gabung di pencak silat. Jika ingin balapan motor, ikut jang kompetisi yang resmi, sekaranmg banyak diadakan kompetesi balap motor yang resmi, bahkan hadiahnya gede, daripada ikut balap motor gelap, yang harus menaruhkan nyawa dan harus berurusan dengan kepolisian. Jika punya rasa seni yang tinggi dan ingin memuntahkan, banyak komunitas seni dan sastra yang membuka peluang untuk anggota baru masuk. So, hari gini masih tawuran? Secara gitu....(Aries Adenata/diambil dari berbagai sumber)

Dimuat di majalah Gizone edisi 11

1 komentar:

  1. setuju bnget kk... pha lagi jaman sekarang neh ga btw kyak mana geh kita2 para remaja... mmm yang pasti ga jaman bnget deh pake kekerasan.... neh abad 21 lho... yoa kan remaja kereeeeen.....

    BalasHapus