Minggu, 31 Januari 2010

Menulis Cerpen yang Jujur





Pernahkah kau dibohongi? Bagaimana rasanya? Sungguh sakit, kan? Pastinya kita tidak mau dibohongi bukan. Jika kita manghadirkan kejujuran, tentu buahnya akan manis bukan? Itulah esensi dari kejujuran. Nah, ternyata dalam kehidupan dan dunia imajiner dibutuhkan sebuah kejujuran.
Lantas, apa kaitan kejujuran dengan sebuah cerpen. Mudah saja, pastinya sebagai pembaca, kita tidak mau dibohongi bukan? Nah, sebagai penulis cerpen yang baik, kita harus jujur kepada diri sendiri dan pembaca. Lalu, bagaimana membuat cerpen yang jujur.
Yah, berarti kita harus jujur! Maksudnya, jika kita ingin cerpen kita bagus dan enak dibaca, kita harus jujur. Nah loch! Kok malah puter-puter jawabannya. Bingung kan! Hehe...selamat berbingung ria…
Saudara-saudara, ada beberapa trik jika ingin kita menulis cerpen yang jujur.
Pertama adalah menghadirkan tokoh yang jujur. Jika kita sanggup menghadirkannya dalam cerpen kita. Laksana pembaca seperti ditelanjangi. Ia seperti menemukan keculasan atau kebaikan, yang barangkali itu adalah sifatnya sendiri atau orang yang disekililing kalian. Upz…bukan maksud hati membuat kalimat yang jorok lho! Maksudnya begini, setiap kali kita memuat tokoh, kita harus memperhatikan apa yang diucapkan sang tokoh, apa yang melekat pada sang tokoh, gerak-gerik sang tokoh. Kita harus betu-betul jujur, bandingkan jika kita menghadirkan dua tokoh dalam cerpen kita. Yang satu adalah seorang kenek bus kota, sedangkan yang satunya adalah eksekutif muda. Kau tak bakal bisa berkata bohong kepada pembicara, jika seorang kenek dan eksekutif tentunya berbeda bahasa dalam percakapannya, berbeda pakaian, berbeda gerak-geriknya. Coba saja bayangkan, jika kita berbonhong dalam cerpen kita.

“Ciuuh, bangsat bener tuh bus itu, main serobot aja!”Ucap sang eksekutif muda sambil menyekanya keringatnya dengan handuk warna merah yang sejak tadi melekat dipundaknya.

“Saudara-saudara, terimaksih telah menumpang bus ini” Ucap sang kenek dengan manis. Ia tampak lebih manis dengan setelan jas warna hitam yang ia kenakan.

Nah, apa yang bakal terjadi dengan pembaca jika menemukan teks yang tidak jujur tersebut, tentunya ia akan mengatakan sang penulis tidak jujur, pembual, masak kenek begini, dan eksekutif begitu.
Kedua, kita harus jujur dalam membuat setting. Setting disini ada dua, pertama adalah waktu, yang kedua adalah TKP alias tempat kejadian perkara. Wuis...kayak istilah kepolisian, ya! Hehe...biar tidak dimonopoli pihak kepolisian saja. Nah, jika kita bisa menyajikan setting yang jujur. Pembaca akan terasa tertampar angin gurun pasir ketika membaca Ayat-ayat Cinta, akan terasa kakinya ditonjoki batu seukuran kepala kerbau jika membaca Ronggeng Dukuh Paruk. Buatlah setting dua tempat yang berbeda, yang satu di kota, yang satu di desa, buat dengan sejujur-jujurnya. Jangan coba-coba membohongi pebaca. Pembaca cerdas tuk meniali apakah sang penulis jujur atau tidak. Saya yakin, kalian pasti bisa membuatnya.
Ketiga adalah jujur menghadirkan konflik. Jika kalian membuat konflik, jangan tiba-tiba sang tokoh mati, tanpa ada sebab-akibat, pembaca akan sulit menerima. Ingat, membuat konflik atau pun menyelesaikan sebuah konflik, kalian harus ada sesuatu yang bisa diterima dengan logika. Tidak bisa semaunya sendiri mentang-mentang kalian yang menulisnya.
Keempat adalah membuat alur yang jujur. Perhatikan kalimat dibawah ini:
1. Raja telah mati
2. Raja telah mati akibat penyakit kanker
Alur adalah sebuah kalimat sebab-akibat. Jadi, kalimat yang pertama atau yang kedua bisa dikatakan dengan alur?
Nah, yang terakhir dalam tulisan ini adalah penutup cerita. Ada dua jenis penutup dalam sebuah cerpen. Pertama adalah tertutup. Kedua adalah terbuka. Terserah selera kalian. Apakah kalian mau jujur untuk mengatakan bahwa sang pangeran akhirnya menikah dengan sang putri dan hidup bahagia selama-lamanya (hehe...kayak penutupan cerpen jadul, ya!), atau kalian mau berbohong, bahwa sang pangeran bingung untuk mengambil sebuah keputusan, apakah ia mau menikah dengan sang putri (eit, dengan ending yang terbuka ini, pembaca jadi penasaran, kan?) Upz, apa? Berbohong? Maksudnya bohong kalau kita tidak mengatakan yang sejujurnya bahwa sang pangeran sebenarnya sungguh binggung. Hehe...
Akhirnya, selamat membuat cerpen yang jujur.... (Aries Adenata)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar