Senin, 16 Desember 2013

Belajar Mendengar

Hari itu suasana sangat cerah. Udara tidak begitu panas. Saya dan anak pertama saya sedang bercengkerama santai di ruang tengah. Seperti biasa, saya tidak melewatkan kesempatan kebersamaan itu dengan bercanda dan mendengar kisah serunya hari ini. Baik kisah bermain di sekolah atau kisah supernya bermain dengan teman dekat rumahnya.

 
Sesekali tawa keluar dari mulut kami berdua. Kejar-kejaran, petak umpet dan permainan lainnya. Setelah agak bosan dengan bermain, kami duduk santai. Lantas, saya bertanya kepada anak saya yang pertama “Kakak, hari ini bermain dengan siapa? Main apa” Tanyaku kepada anak pertamaku, Husna Bening Sanubari. Sembari jemari tanganku memecet keypad HP yang berada di tanganku. Sesekali mata saya melirik ke arah wajah anakku.
“Abiii….” Anaku berteriak manja.
“Apa Kakak?” Tanyaku sambil meneruskan memecet tombol di HP.
“Abiii…”Anaku berteriak makin kencang
“Kenapa Kakak!” Suaraku agak meninggi. Rasa kesel mulai hinggap.
“Abi, taruh HP nya!” Ucap anaku.
Saya terdiam. Inikah sebab anaku berteriak? Aku baru sadar. Kemudian HP saya letakan. Saya memandang ke arah wajah anakku. Memperhatikan apa yang ingin dia kisahkan. Duh, betapa kita sering meremehkan hal-hal yang kita anggap kecil, namun bagi orang lain adalah hal yang besar. Bukan berarti ketika kita pada posisi superiortas, kemudian seenaknya bermain gandget sambil berbicara atau mendengarkan lawan kita. Meskipun kita seorang ayah yangg sedang mendengarkan anak kita, meskipun kita seorang atasan yang sedang mendengarkan anak buah, meskipun kita seorang guru yang sedang mendengarkan murid kita. Bukan berarti kita memanfaatkan posisi itu untuk mengeyampingkan kita mendengarkan dengan baik.
Belajar mendengarkan memang sulit. Ada rasa membuang ego, ada menyimak, menahan nafsu untuk segera menyahut, kesabaran. Itulah seni mendengarkan yang tak jarang orang mau memahaminya. Tentu lawan bicara kita, apakah itu anak, sahabat, bawahan, tukang becak, tukang kebun pasti akan merasa dihargai jika kita mendengarkan dengan baik. Apa arti sebuah gadget mahal, namun mengenyampingkan kehidupan sosial kita. Sejenak kita puasa dari gadget yang kita punya untuk mendengarkan lawan biacara kita dengan baik. Saya, yakin Anda pernah mengalami bagaimana perkataan kita di dengarkan sambil bermain HP. Tentu tidak nyaman bukan? Yuk, kita mulai belajar mendengarkan bung?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar