Selasa, 29 Desember 2009
Kerja Keras adalah Energi Kita
Nenek moyangku orang pelaut
Gemar mengarung luas samudra
Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa
Angin bertiup layar terkembang
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda b'rani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai
Ingatkan dengan lagu `Nenek Moyangku Orang Pelaut`? Nah, kalau mendengar lagu itu kembali, serasa kita bernostalgia dengan ibunda atau nenek kita tercinta, tatkala beliau menghantar kita menuju ke samudra impian. Atau tatkala beliau mengajari kita bernyanyi dengan riang, bercanda, saling mencubit mesra, peluk hangat. Yah, kenangan itu saling beradu, sedih-gembira, pahit-manis, tangis-tawa mengaduk-ngaduk emosi kita.
Yah, kenangan yang mungkin tak kan terlupakan oleh kita, karena kenangan itu telah menempel di bawah alam sadar kita, kenangan itu terlalu dalam. Bahkan, menjadi kenangan yang abadi untuk setiap anak yang pernah lahir dari rahim seorang perempuan, yang bernama ibu.
Kerja Keras adalah Tradisi dari Nenek Moyang, Untuk Kita dan Generasi Esok
Bukan! Tulisan ini bukan mengajak kita untuk terharu atau terisyak menangis syahdu mengingat memoar yang begitu indah itu. Tapi, tulisan ini hendak bicara tentang pesan yang disampaikan oleh lirik lagu dan sang pendendang lagu. Tentunya, pesan lagu tersebut menurut tafsir sang penulis yang disesuikan dengan kondisi zamannya, meskipun lagu itu sebenarnya tak pernah lekang oleh zaman.
Yah, ada pesan yang hendak disampaikan oleh lagu tersebut. Coba! Lihat dilirik lagu yang paling awal {Nenek moyangku orang pelaut} seakan menegaskan bahwa sesungguhnya nenek moyang kita adalah para pelaut tangguh, sesungguhnya potensi terbesar bangsa ini berada di laut, sesungguhnya kita harus memaksimalkan sumber daya laut kita, sesungguhnya, sesungguhnya, sesungguhya...Ya, seakan lirik itu dibuat dengan sengaja dan ditempatkan paling awal, agar kita sadar dan mengetahui bahwa bangsa ini adalah bangsa maritim.
Namun, lirik itu langsung disambung dengan {Gemar mengarung luas samudra}, lirik tersebut seakan juga menguatkan kembali dari lirik pembuka, tersambung, tak terputus terhadap pesan penegasan terhadap laut. Betapa besar potensi samudra atau laut bangsa ini, disana terdapat sejuta harapan, sejuta potensi yang belum tereksploitasi dengan baik. Berdasarkan sumber (Kompas, 15 Desember 2004), ada 7,5 persen (6,4 juta ton/tahun) dari potensi lestari total ikan laut dunia berada di Indonesia. Kurang lebih 24 juta hektar perairan laut dangkal Indonesia cocok untuk usaha budidaya laut (marine culture) ikan kerapu, kakap, baronang, kerang mutiara, dan biota laut lainnya yang bernilai ekonomis tinggi dengan potensi produksi 47 ton/tahun. Selain itu, lahan pesisir (coastal land) yang sesuai untuk usaha budidaya tambak udang, bandeng, kerapu, kepiting, rajungan, rumput laut, dan biota perairan lainnya diperkirakan 1,2 juta hektar dengan potensi produksi sebesar 5 juta/tahun. Secara keseluruhan nilai ekonomi total dari produk perikanan dan produk bioteknologi perairan Indonesia diperkirakan mencapai 82 miliar dollar AS per tahun.
Bahkan, 70 persen produksi minyak dan gas bumi Indonesia berasal dari kawasan pesisir dan laut. Selain itu, Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati laut pada tingkatan genetik, spesies, maupun ekosistem tertinggi di dunia. Akan tetapi, saat ini baru 4 juta ton kekayaan laut Indonesia yang baru dimanfaatkan. Yah, nenek moyang kita sadar, untuk terus bekerja keras untuk mengarungi samudera, untuk terus mencari sumber energi dan potensi kekayaan laut yang ada di samudera tersebut. Lirik lagu tersebut pun sambung-menyambung, dan menegaskan...
{Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa}.
Yah, menegaskan kembali sacara tersurat, bahwa kerja keras itu adalah energi kita untuk terus bergerak, untuk menerjang ombak, menempuh badai untuk kehidupan yang lebih baik. Dan semuanya itu butuh energi.
{Angin bertiup layar terkembang
Ombak berdebur di tepi pantai}
Ketika kerja itu sudah dimulai, kerja keras adalah sebuah pilihan untuk melanjutkan pekerjaan tersebut, karena layar sudah terkembang, ombak berdebur di tepi pantai, tak ada kata lain selain kerja keras. Dan tak ada kamus atau kata untuk mundur, apalagi menyerah! Layar telah terkembang, kapal ini harus terus berlayar untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, siap bergerak menjemput mimpi, siap menerjang ombak, menempuh badai. Ya, layar ini harus terus terkembang, yakni dengan kerja keras tanpa henti.
Ada yang luar biasa dari penutupan lirik lagu `Nenek moyangku orang pelaut` ini. Sebuah pesan yang sungguh maha gemilang buat bangsa ini. Coba baca dan renungi kalimat terakhir dari lagi tersebut.
{Pemuda b'rani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai}
Sungguh, hati ini bergidik mendengar pesan dari lirik yang terakhir. Pesan yang sangat jelas, pesan yang hendak ditujukan kepada para pewaris negeri ini, pesan kepada para pemuda untuk bangkit dari keterpurukan sekarang juga, bangkit dari ketertinggalan bangsa lain, bangkit dari kejumudan. Dan kenapa pesan itu tidak ditujukan kepada orang tua, separuh baya, kakek-kakek, nenek-nenek atau anak kecil. Kenapa? Karena sang penulis lagu, nenek moyang kita sadar bahwa harapan itu ada di tangan para pemuda. Seperti halnya yang dikatakan Bung Karno, ”Berikanlah aku sepuluh pemuda, maka aku akan merubah bangsa ini”. Pemuda adalah unsur yang paling penting dalam peradaban manusia, ia juga unsur yang sangat menentukan pembangunan ini. Jaya atau tidaknya bangsa ini, maju tidaknya peradaban ini terletak di tangan pemuda. Ya, pemuda berani bangkit sekarang! Bangkit Sekarang!
Namun, ada kata terakhir `ke laut kita beramai-ramai`. Apa maksudnya? Kenapa tidak berangkat sendiri? Kerja keras adalah sebuah spirit yang ada dalam jiwa. Sebuah spirit yang menggerakan, sebuah spirit yang kan menjadi energi tanpa batas. Spirit yang mampu bersinergi satu dengan yang lainnya, spirit antara orang-orang yang telah menjadikan kerja keras menjadi energi. Spirit itu bukanlah sebuah spirit yang tidak tertata, spirit yang membutuhkan peyangga lainnya, seperti halnya rumah yang membutuhkan unsur-unsur yang lain, ada batu bata, pasir, air, semen, kusen tuk dijadikan satu yang kemudian menjadi sebuah rumah yang kokoh nan indah bukan? Ya, `Ke laut kita beramai-ramai` adalah kerja keras yang disimbolkan dan diejawantahkan dalam sebuah team work yang solid dan baik.
Pertamina Sebuah Prasasti Kerja Keras
Sebuah peradaban akan tercatat dalam sejarah jika ada sebuah prasasti, artefak atau bentuk fisik dari sebuah peradaban itu sendiri. Pun dalam sebuah persidangan, butuh sebuah barang untuk menentukan sebuah fatwa atau putusan pengadilan. Nah, betapa pentingnya sebuah jejak itu ditinggalkan, ia akan menjadi rekam jejak sejarah yang akan dikenal di kemudian hari, atau bahkan akan menjadi jejak sejarah yang abadi jika rekam jejak itu meninggalkan sebuah prasasati. Prasati itu tak hanya berujud fisik semata. Salah, jika ia hanya diartikan dalam hal fisik semata. Prasasti itu bisa berujud non fisik juga.
Yah, prasasti kerja keras itu adalah pertamina. Ia meninggalkan jejak prasasti fisik maupun non fisik. Yang berujud fisik adalah bangunan-bangunan perusahaan pertamina yang berdiri kokoh dan menjulang ke angkasa, baik di darat maupun di laut lepas. Disisi yang fisik yang lain, ia meninggalkan prasasti logo yang legendaris, kuda laut yang kini telah dimuseumkan dan digantikan logo baru tiga warna yang futuristik penuh makan. Kedua logo itu akan tercatat dalam sebuah sejarah, menjadi kenangan dan bahan cerita yang akan datang bagi generasi baru yang tumbuh dan kembang di negeri penghasil energi ini.
Prasasti yang non fisik ini tak kalah fenomenal, bahkan akan memantikan inspirasi dan menebar motifasi. Prasasti itu adalah semboyan atau tagline yang digunakan oleh Pertamina untut bertransformasi diri guna terus menjadi yang terbaik. Diantaranya adalah ”Selalu Setia Menemani”. Sebuah ungkapan keikhlasan untuk melayani konsumen dengan penuh kesabaran dan memberikan pelayanan yang terbaik. Sedangkan semboyan yang lainnya, yang akan dilaunching, sebuah semboyan yang penuh optimis untuk menggerakan bangsa ini agar menjadi bangsa yang lebih besar dan dihargai oleh bangsa-bangsa lainnya, semboyan itu adalah ”Kerja Keras adalah Energi Kita”. Yah, semboyan itu akan menjadi prasasti untuk bangsa ini, dan akan menjadi milik bangsa ini. Semboyan ini adalah spirit untuk membangun negeri ini, karena sejatinya Pertamina adalah prasasti kerja keras anak bangsa ini...(aries adenata)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
pertamina memang tiada duanya
BalasHapusElyas: Kok, cuma komen pertamina, tuk tulisan daku gimana?
BalasHapus