Photo: Indonesia.ucanews.com
Setiap bulan Desember tiba, kita
selalu gaduh, teriak-teriak tentang toleransi. Kegaduhan yang sebenarnya
dipelihara untuk sebuah kepentingan tersembunyi. Salah satu kegaduhan itu
adalah masalah mengucapkan selamat natal. Berbagai tulisan diupayakan
mengangkat konsep toleransi, arus utama berpihak pada pernyataan bahwa
mengucapkan hari natal diperbolehkan bagi umat Islam.
Konsep toleransi yang dikembangkan sebagian
orang di Indonesia adalah tentang peryataan selamat natal diperbolehkan bagi
umat Islam yang sebenarnya adalah sebuah hegemoni konsep toleransi. Menurut Gramsci hegemoni terhadap kehadiran kelompok
dominan berlangsung dalam suatu proses yang damai, tanpa tindakan kekerasan.
Media dapat menjadi sarana penting untuk menyebar kuasa wacana tersebut. Proses
bagaimana wacana mengenai toleransi di media berlangsung dalam suatu proses
yang kompleks. Meski masyarakat muslim tidak merasa dibodohi atau dimanipulasi
oleh media.
Bagi yang tidak membolehkan mengucapkan
selamat natal, maka akan dilekatkan bahwa ia tidak bersikap toleransi. Menurut
Gramsci, Fungsi lain hegemoni yakni, menciptakan cara berpikir yang berasal dari
wacana dominan, juga media yang berperan dalam penyebaran wacana dominan
itu. Hegemoni dipergunakan untuk
menunjukkan adanya kelas dominan yang mengarahkan tidak hanya mengatur masyarakat melalui
pemaksaan kepemimpinan moral dan intelektual (Storey, 2003:172).
Toleransi itu adalah
Toleransi terhadap konsep toleransi
Salah satu kekuatan hegemoni adalah
bagaimana ia menciptakan cara berpikir atau wacana tertentu yang dominan, yang
dianggap benar, sementara wacana lain dianggap salah.
Seharusnya kita bisa bertoleransi
terhadap sikap dan pandangan terhadap toleransi. Karena setiap entitas punya
definisi masing-masing tentang tolerensi, tentu tidak adil dan toleran jika
kita memaksakan kepada kaum muslim untuk mengucapkan selamat natal, pun
sebaliknya umat Islam juga tidak pernah memaksa kaum lainnya untuk meminta
ucapan selamat hari raya idul fitri.
Harus ada upaya saling menghargai, bagi
umat muslim, mengucapkan selamat natal adalah masalah aqidah, sama halnya jika
umat lain diminta mengucap kalimat syahadat, maka tentu mereka tidak bisa
melakukannya. Jadi, toleransi itu bukan berarti memaksakan cara berpikir atau
pandangan bahwa yang tidak mengucapkan selamat natal itu tidak toleran.
Dunia itu tidak satu
Di berbagai belahan bumi ini, setiap
entitas punya pandangan hidup, kearifan lokal masing-masing, barat adalah
barat, timur adalah timur (meski istilah timur adalah usaha metimurkan oleh
orang barat, karena orang timur tidak pernah mendefinisikan tentang timur).
Selama ini kita terbiasa mengambil
posisi melihat sesuatu dari sudut pandang kita sendiri terhadap suatu masalah,
padahal sudut pandang kita dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan agama
kita. Tentu, orang lain juga punya pandangan yang berbeda, karena mereka punya
latar belakang yang berbeda pula.
Mari bertoleransi dengan toleransi
itu sendiri….