Jika
anak kita berbuat salah, ketika itu pula kita meminta si kecil untuk meminta
maaf. Agar ia tidak mengulang perbuatannya tadi. Nah, bagaimana kalau kita yang
berbuat salah, apakah serta merta kita langsung mau minta maaf, ada ego yang
beradu di dinding hati kita.
Ya,
mengajarkan kata maaf adalah salah satu pendidikan berkarakter pada si kecil.
Bagi sebagian orangtua, meminta maaf kepada si kecil seperti meruntuhkan benteng
harga diri mereka. Malu bercampur gengsi.
Anak
sejatinya meniru perilaku orang terdekatnya, yakni orang tua. Buah jatuh tidak
jauh dari pohonnya. Jika sifat ketidakmauan untuk meminta maaf kita benih di
rumah kita, maka ia akan bersemi dan tumbuh pada anak kita. Ia akan jadi anak
egois, tidak mudah meminta maaf.
Mengajarkan
permintaan maaf sejak dini ketika ada salah, bukan menunggu lebaran idu fitri
datang seperti membuat tulisan di kertas yang putih, ia akan tercatat dalam
bawah sadar si kecil, bahwa meminta maaf tidak harus menunggu momentum apalagai
lebaran, tetapi ketika melakukan sebuah kesalahan.
Sebagai
abi muda, saya berusaha meminta maaf kepada si kecil ketika melakukan kesalahan,
semisal mengeluarkan nada bicara yang agak tinggi, menyenggol anak tidak
sengaja, atau mengambil suatu mainan tanpa minta ijin dulu pada si kecil.
Begitu pula sebaliknya, jika si kecil melakukan kesalahan kepada abi, umi atau
adik bahkan teman-temanya, saya berusaha mengajarkan kepada si kecil untuk
meminta maaf, meskipun kadang sulit, karena si kecil merasa benar, tapi perlahan-lahan
saya terus mencoba. Kadang berhasil, lantas ie berjabat tangan dengan temannya,
kadang gagal sejurus kemudian tangis meledak dari si kecil, butuh sebuah proses
penanaman pendidikan berkarakter. Mari mengajarkan kata maaf mudah meluncur
keluar dari mulut mungil si kecil. Semoga bangsa ini menjadi bangsa pemaaf kelak,
dimulai dari si kecil kita….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar