Sumber foto: http://tren-lifestyle.blogspot.com
Kata Romantis memang
indah di dengar, apalagi dijalankan. Sungguh, dunia terasa begitu indah.
Acapkali kita sering melihat film, atau membaca sebuah novel, juga cerita
tentang romantisme. Bahwa romantis itu makan berdua di sebuah restoran mewah dengan
temaram lampu lilin atau bahasa kerennya candlelight
dinner. Bepergian ke luar negeri dengan kapal pesiar. Atau romantisme itu
adalah sehidup semati layaknya Romeo dan Juliet. Dengan kisah kasih yang
berakhir tragis, bunuh diri.
Jika romantis kita diidentikan
candlelight diner, maka romatis itu
adalah sesuatu yang mahal. Jika romantis itu adalah sehidup-semati, maka
romantis itu adalah ketragisan. Itukah romantis? Haduch… cilaka bukan main jika
romantis itu adalah makan di restoran mewah, atau bunuh diri. Tentu romantis
bukan begitu kan?
Jika romantis adalah
makan malam di tempat yang mewah, lantas bagaimana nasib seorang tukang becak,
ojek, tukang batu. Bukankah mereka juga punya hak dan keinginan beromantis ria.
Kalau romantis itu sehidup semati. Beneran mau melakukkannya? Hayaah…pasti
seribu satu untuk melakukkannya.
Romantis,
Kesibukan dan Keberanian
Beban dakwah dipundak
para aktifis dakwah begitu luar biasa, begitu juga beban pekerjaan bagi pekerja
professional. Tiap hari mereka harus berkutat seputar masalah dakwah dan
pekerjaan. Sehingga seringkali mereka tidak sempat untuk beromantis ria bersama
pasangannya. Meskipun hanya sekedar mengucap “I Love You”
Kadang, kita juga
menemukan orang yang mengucapkan kata “Sayang” pada pasangannya saja butuh
energi yang luar biasa, ada rasa yang beraduk-aduk dalam hatinya, antara
enggan, gamang, malu. Juga terasa berat seolah memikul berjuta ton beban.
Ketika nyaris keluar, tercekat ditenggorokan. Haduh…memang berat jika menemukan
orang dengan tipikal kayak begini. Namun, bukan berarti tidak bisa romantis.
Karena romantis punya ekspresi yang berbeda-beda. Bisa jadi, romantisme si dia
adalah mengayuh sepeda disinari cahaya rembulan untuk sang istri tercinta
menuju lokasi pengajian, meskipun harus meninggalkan pekerjaan.
Jika sang pasangan
juga bisa memahami romantis dengan segala ekspresinya. Tentu sangat
menggembirakan, tetapi kalau pasangannya dingin saja. Apalagi kalau pasangannya
nggak berbalas. Malah berkata “Halah…sudah tua, nggak usah nggombal” dunia
terasa jungkir balik.
Jika suasana romantis
tumbuh di kehidupan rumah tangga kita, tentu akan membuat suasana kehidupan
rumah tangga kita akan hangat. Sebisa mungkin kita harus bisa menghadirkan
romantisme dalam keluarga kita, meskipun pekerjaan bejibun, dakwah yang
menyedot energi kita, bukan berarti kegiatan tersebut menjadi kambing hitam.
Jika pekerjaan kita
sukses, dakwah jalan kencang, namun kita tidak bisa menghadirkan suasana
romantis di dalam rumah tangga sendiri. Ini patut dipertanyakaan.
Romantis
itu Sederhana
Jika romantis seperti
paparan di atas tadi, maka romantis adalah sesuatu yang mahal dan tragis. Mari
kita sederhanakan bersama-sama, agar romantisme itu terbangun di dalam rumah
tangga kita.
Setiap orang punya
karakter dan gaya yang berbeda-beda, tidak bisa disamakan satu dengan yang
lain. Gaya romantis bagi sebagian orang tentu akan berbeda dengan romantisme
sebagian orang lainnya lagi. Untuk itu, lakukan romantisme sesuai dengan
kondisi yang nyaman untuk kita lakukan.
Ada seseorang yang
sepulang kerja selalu membeli satu plastik es teh untuk istrinya. Meskipun
hanya es teh, namun itu memberi rasa bahagia karena sang pasangan
memperhatikannya terus tiap hari. Romantis bukan? Hanya sekedar es teh, tidak
mahal bukan? Ya, romantis bisa kita lakukan sesuai kreatifitas kita.
Tetapi alangkah lebih
indahnya jika romantis itu juga bisa didengar dan juga terdapat dalam tindakan
nyata. Bukannya sang istri akan merona merah, jantungnya berdegub jika
dipanggil dengan sapaan “cantik”, “Sayang” juga sebaliknya “Hai ganteng”.
Romantis itu butuh verbal.
Misal, “Hai cantik,
ne tak bawakan es teh untukmu. Untuk membeli ini saya butuh perjuangan,
menyebrangi sungai dan mendaki gunung” Verbal bukan? Plus ada bumbu gombalnya
juga bukan? Hehe….
Rasulullah
dan Romantisme
Siapa yang tidak
pernah mendengar romantisme yang dilakukkan oleh Rasulullah. Beliau sudah
melakukan romantisme sebelum karya Romeo dan Juliet atau Laila Majnun itu lahir
di dunia ini.
Bagaimana tidak
mesranya, baginda Rasulullah menggendong Aisyah ketika melihat orang-orang
habsyi bermain-main di pekarangan masjid. Begitu pula ketika Rsulullah mengajak
lomba lari dengan Aisyah dan mencuri kemenangan atasnya.
Rasulullah juga
memanggil Aisyah dengan panggilan kesayangan “humaira” (yang pipinya
kemerah-merahan). Sebuah panggilan yang benar-benar membuat pipi Aisyah bersemu
merah jambu. Malu dan salah tingkah.
Tak hanya itu,
Rasulullah juga pernah makan sepiring berdua, tidur satu selimut berdua, bahkan
mandi berdua. Duh, romantis bukan?
Kreatif
Beromantis
Jika selama ini kita
dingin-dingin saja, atau malu-malu tapi mau. Kita bisa mencoba romantisme yang
kreatif. Misalnya?
Nonton
bareng
Dari Aisyah ra. Dia
menceritakan: “Ketika itu hari Ied,
orang-orang Sudan bermain dengan perisai dan pedangnya (aku lupa) apakah aku
yang meminta ataukah Rasulullah yang menawarkan. `Apakah engkau berhasrat menontonnya?`
Maka aku berkata `Ya` lalu beliau mendirikan aku dibelakangnya, dan menempelkan
pipiku dan pipinya. Dan Rasul bersabda kepada mereka , `teruskan wahai Bani rafidah`
hingga aku merasa bosan, beliau berkata, `Sudah cukup bagimu?` aku berkata,
`ya`, lalu beliau bersabda, `Maka menyingkirlah`” (HR Bukhari (949( dan
muslim)
Romantis bukan?
Rasulullah dan istrinya ketika menikmati tontonan bersama. Nonton bareng tidak
hanya diartikan pergi ke bioskop saja. Misalnya, bisa nonton VCD bersama
berdua. Nonton pertunjukan teater dll
Merayu
dengan Kata
Pernah mendengar bait
puisi “Aku ingin mencintaumu dengan sederhana”. Ya, puisi adalah ekspresi yang
datang dari kedalaman jiwa dan hati. Puisi ibarat busur yang mengirimkan
panah-panah hati sang kekasih. Nah, cobalah membuat puisi sendiri. Lantas
kirimkan kepada pasangan kita tercinta.
Bertukar
kisah
Rasulullah dan para
istri terkadang saling bergantian menuturkan kisah. Bahkan juga diikuti dengan
saling mengomentari kisah tersebut. Bukankah kita juga senang mendengar kisah,
juga senang ada yang mendengar kisah kita. Ya, dengan tukar kisah kehangatan
komunikasi akan terjalin lebih intim.
Romantis
dengan Buku
Luangkan waktu berdua
secara rutin ke toko buku. Wisata buku. Bukankah sekarang banya toko buku yang
ber AC dan nyaman? Bangun kedekatan buku, diskusi berdua tentang buku apa yang
mau dibeli, juga isi buku tersebut. Dengan buku kita bisa romantis namun juga
bisa mendapatkan ilmu.
Romantis
Bukan Berarti MelalaikanNya
Bagaimana agar
romantis itu tidak membuat kita lalai terhadap Allah SWT. Nah, ada beberapa
kiat yang bisa kita lakukan.
Pertama. Romantis itu
ada waktu dan tempatnya. Tidak bisa setiap saat. Juga ada batasan yang harus
diindahkan. Saat adzan shalat berkumandang, saat panggilan jihad dan saat kita
dibutuhkan untuk dakwah.
Kedua. Kita ubah
paradigma, “romantis yang nyunah”. Dengan sesuatu yang romantis kita bisa
mengingat Allah SWT. Berdzikir bersama istri. Ada contoh dalam hadist:
Dari Abu Hurairah,
Rasulullah bersabda: “Allah merahmati
seorang laki-laki yang bangun malam hari lalu shalat, dan dia membangunkan
istrinya lalu istrinya pun shalat. Jika istrinya enggan bangun, dia memercikan air
ke wajah istrinya. Allah SWT merahmati seorang wanita yang bangun di malam hari
lalu shalat, dan dia membangunkan suaminya pun shalat. Jika suaminya enggan,
maka dia memercikan air ke wajah suaminya” (HR. Ibnu Khuzaimah).
Emmm…romantis yang
nyunah bukan? Bangun malam, kemudian sholat malam berdua.
Ketiga. Kita harus
proporsional atau Tawazun. Ada waktu
untuk beribadah, juga ada hak istri dan anak yang harus kita penuhi. Hak untuk
mendapatkan perlakuan romantis dari pasangan.
Keempat. Niatkan saja
romantis kita dalam rangka mentaati perintah Allah SWT dan mengikuti sunah
Rasulullah.
Selamat beromatis
dengan pasangan Anda ya…