Bung, cobalah tengok
kebelakang! Apa yang kau lihat? Sederet kisah yang tlah kau lalui bukan? Hanya
sepitas lalu, yah, bahkan tak berbekas sama sekali, ia akan memendar seiring
dengan ruang dan waktu yang tertelan oleh waktu itu sendiri. Bung, ingat! Jatah
umur yang diberikan kita sudah tercatat di lauhul mahfudz. Tak kurang dan tak
lebih. Ada riuh
tanya yang bakal mengusik hati kau, tentu! Ia akan mengolok dan menggunjing
dirimu. Buat apa waktu yang selama ini diberikan oleh sang Rahman?
Ingat bung! Sedetik waktu yang
tlah kita lewati, tak bakal bisa kita undo layaknya toot dalam computer, yang
bisa seenaknya kita undo jika kita melewati satu huruf saja. Tidak,
ia tak bakal bisa kita undo meskipun ia hanya sedetik saja. Cukup miris bukan?
Yah, jika kau sudah berkubang dengan tanah, dan umurmu hanya dijatah dengan 40,
50, atau 60 tahun, cukup sudah umur yang melekat di ragamu, ia lenyap bersama
raga yang telah tertimbun dengan tanah. Dan, namamu juga berakhir sudah seiring
dengan langkah kaki para peziarah yang meninggalkan kubur dengan seret-seret
sendal yang mereka pijak.
Bung,
namamu, jejak kehidupanmu dan amalmu terhenti sudah. Ya, berakhir sudah, persis
layaknya sebuah film bioskop yang ditutup dengan kalimat `The end`. Benar
bukan? Kau mau berkata apa? Pasti `YA` kan? Apakah kau ingin seperti manusia
pada umumnya. Jika sudah datang malaikat pencabut nyawa, hilang sudah nama,
jejak dan amal kita? Ustadz Antonio Syafii pernah berkata, umur manusia ada
dua. Pertama adalah umur secara biologis, jika tubuh ini sudah mencium tanah
tanpa henti diiring tangis dan doa, dalam waktu 30, 40, 50, 65 selesai sudah
riwayat sebuah nama. Ia terhenti tanpa ada rekam jejak di generasi selanjutnya.
Kedua adalah umur secara karya, bisa jadi raga yang telah terbujur diatas tanah
dengan kurun waktu 39, 49, 59 itu dicabut dari sang Pemberi Nyawa. Namun, jika
ia punya karya, maka ia akan hidup sepanjang masa, rekam jejak kehidupannya
bakal dikenang bagi generasi selanjutnya, bahkan, jika karya itu bisa
mendatangkan manfaat bagi banyak orang, bisa jadi ia akan menjadi anak sungai
pahala yang akan terus mengalir kepada kita. Bukankah kita sering mendengungkan
istilah nafsu dunia dengan pasif income bukan? Kenapa kita tidak berpikir
dengan keinginan paling purna tuk punya pasif
income kelak di akhirat nanti. Biarkan income pahala itu mengalir terus
kepada kita meskipun raga ini sudah dimakan ratusan atau bahkan ribuan ulat
tanah.
Bung!
Lihat jam tanganmu. Sekarang jam berapa? Tanggal berapa? Bulan apa? Tahun
berapa? ... sudah kau lakukan? Inalilahi...kau pasti terperanjat bukan! Teryata
kau sudah memakan waktu dengan tanpa sadar melewatkan begitu saja bukan?
Bung!
Jangan kau pejamkan mata, tatap matahari, sebentar lagi ia bakal menggelinding
ditelan bumi. Nah, itulah kejadian tiap hari yang bakal kau temui, matahari
terus akan berputar sampai dengan tiba masanya tuk tidak berputar.
Saatnya
sekarang tuk memilih. Memilih tuk tidak memilih atau memilih dengan kesadaran
purna. Ambil kertas atau sahut laptop yang ada disampingmu, biarkan jari ini
menuturkan kisah kehidupanmu lewat tulisan. Dan, ia bakal mengabadikan jejak
kehidupanmu. Kelak, anak cucu, karib, kerabat, umat manusia bakal menjumpaimu
dengan artefak tulisanmu yang terserak dimana-mana, sepanjang masa. Kau pun
bakal tercatat dalam sejarah, bahwa kau punya rekam jejak kehidupan yang bisa
ditelusur dengan sebuah bukti, yakni sebuah tulisan.
Bung,
apakah kau puas hanya sekadar menulis kisahmu? Kisahmu saja? Bergunakah? Apakah
kau tak punya keinginan yang lebih bijak? Membuat sebuah maha karya tulisan
yang mampu menggerakan umat manusia untuk berbuat kebaikan. Membuat manusia
menitikan air mata, lantas taubat nasuha. Membuat manusia yang tersesat kembali
ke jalan yang lurus dan terang benderang? Bung! Jika kau mau, kau sanggup tuk
membuatnya. Bukankah Hasan Al Bana, Imam Al Ghozali, Imam Hanafi, Imam Hambali,
Imam Maliki, Imam Syafi`i dan imam-imam lainnya juga manusia. Ia sepertimu,
manusia yang diberikan waktu 24 jam dalam sehari, tak ada bedanya bukan? Kini,
kau tak bisa mengelak dengan kata`Kesibukan`. Toh mereka yang mengeluarkan
masterpiece karya juga punya jatah waktu yang sama bukan?
Kini,
hamparan pilihan itu dihadapan kau, tinggal memilih, menulis tuk mengabadikan
jejak kehidupan dan membuat pasif income di akhirat kelak, atau kau justru
duduk termangu dengan tulisan ini, dan berkata, ”Benar ya tulisan ini! Kita
harus membuat pasif income tuk
akhirat kelak dengan sebuah tulisan” dan kau pun melipat tulisan di majalah
ini, kemudian membuangnya ke tong sampah tanpa melakukan apa yang barusan kau
ucap. Begitu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar